Masyarakat yang baik adalah masyarakat yang memiliki dan
mematuhi adab, bisa juga disebut sebagai hukum atau konsensus. Umat islam
dibangun di atas adab ilahiyah, maksudnya berdasarkan ketentuan hukum yang
disyariatkan Allah kepada manusia, baik di dalam Alquran, hadis Nabi, maupun
ijtihad para ulama dan pemimpinnya. Jika umat Islam bisa menjalankan syariat
dengan baik, maka kualitasnya menjadi lebih baik dari umat-umat yang lain,
insya Allah.
Salah satu hukum bermuamalah yang dipertegas oleh hadis
Nabi Saw bisa kita simak dalam hadis nomor 33 dalam susunan Kitab Arbain Imam
Nawawi sbb:
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiallahu anhuma, bahwa
Nabi Saw bersabda :
لَوْ يُعْطَى النَّاسُ بِدَعْوَاهُمْ
لَادَّعَى رِجَالٌ أَمْوَالَ قَوْمٍ وَدِمَاءَهُمْ، لَكِنَّ الْبَيِّنَةَ عَلَى
الْمُدَّعِي، وَالْيَمِينَ عَلَى مَنْ أَنْكَرَ
Artinya lebih kurang :
Sekiranya setiap tuntutan manusia dipenuhi, tentu
orang-orang akan mengklai harta dan darah orang lain dengan semena-mena. Yang semestinya
adalah setiap penuntut wajib menghadirkan bukti, dan setiap yang menolak
tuntutan wajib bersumpah atas kebenarannya.
Sepertinya, lembaga hukum telah diperalat oleh
kepentingan orang-orang tertentu sejak dahulu kala, sehingga penting sekali
bagi Nabi untuk mengingatkan umatnya dari bahaya tersebut. Diantaranya dengan
menegaskan kembali pentingnya prinsip-prinsip utama dalam penegakan hukum.
Dalam hadis di atas, prinsip yang ditegaskan adalah :
penuntut wajib membawa bukti yang valid/sah, sementara yang mengingkari
tuntutan juga wajib bersumpah. Adakalanya bukti digantikan oleh saksi yang kompeten.
Seseorang yang menuduh atau menuntut seseuatu dari orang
lain, bila tidak bisa mengadirkan bukti dan saksi yang memadai, dapat dikenakan
hukuman/denda atau sangsi karena mengganggu ketentraman publik. Contoh yang
paling jelas di dalam Alquran adalah tuduhan zina, jika tidak menyertakan
saksi, si penuduh akan didera 80 kali.
Bagaimana dengan si tertuduh, tertuntut atau terdakwa. Salah
satu khazanah keistimewaan hukum Islam adalah adanya sumpah atau li`an bagi
orang yang mengingkari dakwaan.
Jika semua bukti dipenuhi, saksi juga lengkap. Sebelum memutuskan
hukuman atau putusan, hakim wajib memberikan kesempatan kepada tertuntut untuk
menyatakan sikapnya, apakah menerima atau menolak. Jika menerima, maka yang
bersangkutan dikenakan hukuman dan putusan sesuai tuntutan, jika menolak, yang
bersangkutan bisa bebas dari tuntutan dengan sumpah atau lia`an.
Apakah kesempatan ini tidak akan disalahgunakan oleh
seseorang? Dalam masyarakat Islam yang baik, sumpah dan li`an hanya digunakan
dalam hal-hal yang diyakini oleh pelakunya akan berakibat baik di dunia dan di
akhirat. Bagi orang beriman, sumpah dan li`an adalah pilihan terakhir, jika itu
adalah satu-satunya jalan yang menunjukkan bahwa ia benar.
Dalam banyak riwayat, persidangan di kalangan umat islam
tidak memakan waktu berlarut-larut karena setiap pihak yang bertikai memiliki
kejujuran dan ketakwaan, kebenaran dan kesalahan diakui secara terbukan dan
terhormat, putusan hukum diterima secara ikhlas dan penuh taqwa. Silakan search
sendiri ya contoh-contohnya.
Berdasarkan prinsip hukum di atas, maka ide mengajukan
pembuktian terbalik bagi seseorang yang dituduh korupsi , mencuri, atau
membunuh menjadi tidak relevan dengan kaidah hukum Islam. Adalah tugas
jaksa/penuntut untuk membuktikan kesalahan, jika tidak cukup bukti dan saksi,
seharusnya tuntutan tidak diajukan.
Atau dalam penilaian hakim, jika syarat-syarat hukum
untuk suatu kealahan besar tidak terpenuhi, dengan kebijaksanaannya hakim dapat
memutuskannya dengan pertimbangan kemaslahatan, yang dapat memelihara
kehormatan semua pihak, dan kebaikan dalam masyarakatnya.
Jadi, hukum islam itu tegas dengan prinsipnya, juga luwes
sesuai kebutuhan maslahahnya. Wallahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar