Minggu, April 29, 2012

Bicara Keledai

beberapa tertawa dan beberapa menangis
ketika keledai disebutkan

yang tertawa mengira itu hanya lelucon belaka
atau bahwa dirinya lebih mulia dari keledai
bukankah suara keledai 'dihina' Allah?
bukankah orang-orang 'mati rasa' itu dianggap keledai dengan kitab di pelananya?

yang menangis merasa malu dan sedih
karena dirinya bukan keledai
keledai tidak pernah bermaksiat
tidak pernah 'mengangkangi' kewajiban
keledai tidak akan dihisab

bukankah keledai tidak jatuh dua kali pada tempat yang sama?
silakan tertawa dan silakan menangis
karena nyatanya kita bukan keledai
kita punya takdir sendiri

tapi jaganlah terlalu mudah merasa diri lebih mulia
dari keledai
ada kalanya kita menjadi penunggang keledai
tapi banyak pula yang menjadi keledai bagi nafsunya

wahai keledai, kami mohon maaf
bukan bermaksud menghina dan membela diri
tapi memang 'diminta' Allah belajar dari keledai

Note : silahkan merujuk beberapa ayat al-Quran yang mengangkat keledai "himar" atau "hamir" sebagai ibrah bagi yang mau belajar


Minggu, April 15, 2012

Isyarat Gempa

Rabu, 11 April yang lalu, wilayaha Aceh dan sekitarnya kembali diguncang gempa dengan kekuatan yang memungkinkan timbulnya gelombang tsunami, meskipun kemudian gelombang tsunami tidak terjadi dalam kapasitas yang dikhawatirkan karena mekanisme gempa kali ini yang berbeda dengan peristiwa pada tahun 2004 silam.

Menarik mengetahui fakta bahwa peristiwa gempa adalah fenomena alam yang tidak bisa diprediksi kapan dan di mana kejadiannya. Dengan kata lain, sampai saat ini para ahli juga belum bisa melihat korelasi gempa sebagai suatu 'bencana' yang memiliki kaitan langsung dengan 'kenakalan' manusia di muka bumi, seperti banjir dan longsor misalnya.

Kebetulan saja, saya teringat kembali pada QS. No. 99 : Al-Zalzalah, yang secara harfiah juga berarti gempa atau goncangan. Dulu, ketika kami masih kecil dan tinggal bersama orang tua, kami pernah memuitisasikan terjemahan surat ini. Berikut kutipan terjemahan surat Al-Zalzalah yang saya copy dari software HadistWeb 3.0 :


Text Qur'an
إِذَا زُلْزِلَتِ الأرْضُ زِلْزَالَهَا
Apabila bumi diguncangkan dengan guncangannya (yang dahsyat),
وَأَخْرَجَتِ الأرْضُ أَثْقَالَهَا
dan bumi telah mengeluarkan beban-beban berat (yang dikandung) nya,
وَقَالَ الإنْسَانُ مَا لَهَا
dan manusia bertanya: "Mengapa bumi (jadi begini)?",
يَوْمَئِذٍ تُحَدِّثُ أَخْبَارَهَا
pada hari itu bumi menceritakan beritanya,
بِأَنَّ رَبَّكَ أَوْحَى لَهَا
karena sesungguhnya Tuhanmu telah memerintahkan (yang sedemikian itu) kepadanya.
يَوْمَئِذٍ يَصْدُرُ النَّاسُ أَشْتَاتًا لِيُرَوْا أَعْمَالَهُمْ
Pada hari itu manusia ke luar dari kuburnya dalam keadaan yang bermacam-macam, supaya diperlihatkan kepada mereka (balasan) pekerjaan mereka.
فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ
Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya.
وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ
Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya pula.

 Secara umum surat ini mendeskripsikan peristiwa qiyamat qubra yang terjadi salah satunya dengan mekanisme gempa bumi yang dahsyat. Akan tetapi saya melihat beberapa hal yang menarik dari ayat-ayat di atas.

Pertama, indikasi bahwa gempa adalah pelepasan beban oleh bumi sebagaimana dinyatakan oleh para ahli gempa sudah diisyaratkan Al-Quran sejak 14 abad silam, ini adalah salah satu kemukjizatan Al-Quran.

Kedua, pertanyaan manusia tentang gempa menunjukkan bahwa gempa memang tidak bisa diprediksi sebelumnya, mekanisme gempa hanya bisa diketahui setelah terjadi, demikian pula tentang tempat, waktu dan intensitas kekuatannya.

Ketiga, klarifikasi bumi tentang peristiwa gempa. Bumi mengatakan bahwa gempa ini terjadi karena perintah dari Allah SWT, jadi bergesernya bumi tidak semata-mata proses kebetulan semata, tapi memang sesuai dengan kehendak Allah SWT. Kenapa Allah memerintahkan bumi untuk 'bergerak' sehingga terjadi gempa?

Jawaban sederhanaya adalah supaya manusia yang telah terkurbur bisa keluar ke permukaan bumi pada hari kiamat. Namun dalam kesempatan ini, saya mencoba menarik benang merah tentang isyarat ayat-ayat di atas dengan peristiwa gempa yang terjadi sebelum hari kiamat.

Gempa yang terjadi sebelum kiamat adalah juga karena perintah Allah SWT. Berdasarkan 'informasi' dari bumi, sebab gempa itu terjadi karena ulah manusia yang bermacam-macam, khususnya terkait dengan kemaksiatan mereka di muka bumi ini. Maka Allah menghendaki supaya mereka sadar dan mengevaluasi diri sesegera mungkin, karena barang siapa yang mengerjakan kebaikan meskipun kecil akan mendapatkan balasan dari Allah, sebaliknya yang mengerjakan kejahatan meskipun kecil juga akan mendapatkan balasan dari Allah SWT.

Jika QS. Ar-Rum ayat 41 mendeskripsikan bahwa kerusakan-kerusakan di muka bumi dikarenakan ulah manusia secara fisik, dan kemudian juga berdampak langsung kepada mereka. Maka gempa sepertinya merupakan konpensasi bumi atas 'beban mental' kemaksiatan manusia. Itu sebabnya maka peristiwa gempa tidak mudah diprediksi sebagaimana bencana alam lainnya.

Wallahua'lam.....

Minggu, April 01, 2012

Tentang Sikap Tegas, Toleran dan Fanatik

Salah satu faktor yang berberan penting dalam membina kerukunan hidup bermasyarakat adalah sikap tegas, toleran dan fanatik, khususnya du lingkungan yng heterogen, baik budaya, agama, kemampuan ekonomi, partai politik dan lain-lain.

Secara ringkas saya menilai bahwa ketiga sikap tersebut semestinya dimiliki oleh elemen tertentu dalam masyarakat. Nah, ketika sikap tersebut tidak berada pada elemen yang tepat dari suatu masyarakat, maka yang terjadi adalah kekacauan dan permasalahan sosial yang tidak habis-habisnya. Dalam konteks ini, ketiga sikap di atas, baik tegas, toleran dan fanatik harus dimaknai secara positif sebagai salah satu atribut dari dinamika kehidupan masyarakat, tampa ketiga sikap tersebut tentu tidak bisa dibayangkan bagaimana hambarnya kehidupan ini.

Merujuk kepada sejarah kehidupan Rasulullah dan para sahabtanya yang mulia, mereka rata-rata dalah orang yang tegas dan memegang prinsip secara pribadi, khususnya dalah hal Praktik Keagamaan dan juga sikap politik.

Rumusan sederhananya, makin tinggi posisi strukturalnya di dalam masyarakat dan agama, maka sikap mereka semakin tegas, sebaliknya semakin kebawah, sikap mereka menjadi semakin toleran.

Kondisi ini bisa dilihat misalnya dari Pribadi Nabi sendiri yang sangat disiplin dalam menjaga ibadah ritualnya secara pribadi, namun memberi kelonggaran kepada para sahabat da ummatnya. Nabi bersikap tegas terhadap keluarganya dalam pelaksanaan hukum agama, bahkan mengancam akan memotong tangan putrinya sendiri bila putrinya melakukan pelanggaran mencuri misalnya, tapi nabi bersikap lunak kepada orang lain yang mengadu dan mengakui kesalahannya untuk bertaubat dan tidak mengulanginya pada lain kesempatan.

Demikian pula halnya pada diri para sahabat. Abubakar misalnya, bersikap keras bagi dirinya sendiri dan keluarganya dalam soal ekonomi (bersikap zuhud di dunia) seperti menyedekahkan seluruh kekayaannya di jalan Allah, dan meminta bendahara negara memotong gajinya sebagai khalifah karena istrinya masih bisa menyisakan uang belanja. Di saat yang sama, beliau tidak menuntut demikian keras bagi yang lainnya.

Umar misalnya juga mengancam akan menghukum 2 kali lipat anggota keluarganya yang melakukan pelanggaran, ketika pada saat yang sama hanya memberikan hukuman setimpal bagi yang lain, malah dalam beberapa kasus pencurian yang dilakukan orang miskin, Umar bahkan tidak menghukumnya dengan hukuman normal.

Atau sikapnya yang menolak shalat di gereja kristen saat pasukan muslim menaklukkan palestina, alasannya dia takut perbuatannya tersebut akan menjadi alasan yang disalahpahami oleh orang-orang yang datang kemudian.

Dalam Alquan sendiri dijelaskan tentang keluarga Nabi, khususnya para istri Nabi, Ummahatul Mukminin yang mulia dan terjaga kesuciannya. Mereka diancam dengan dosa dua kali lipat bila melakukan pelanggaran, sebaliknya akan memperoleh ganjaran pahala yang berlipat pula bila mereka menyampaikan kebenaran dan memelihara kesucian diri. Juga dalam kasus hukuman cambuk bagi orang merdeka dan para budak, para budak hanya dikenai hukuman setengah dari orang merdeka.

Dari contoh-contoh di atas, secara sederhana bisa dimaknai bahwa model yang ideal di dalam masyarakat adalah sikap tegas dan berprisnip dari para pemimpin dan pada saat yang sama sikap toleran terhadap masyarakat awam dan sesama mereka.

Kenapa para pemuka harus bersikap tegas, sedangkan masyarakat biasa boleh bersikap toleran? Para pemimpin dan pemuka adalah orang-orang pilihan, mereka memiliki ilmu dan kapasitas yang lebih dibandingkan manusia secara rata-rata, mereka adalah teladan, kontrol sosial serta rujukan mencari kebijaksanaan dan kebenaran. Sebaliknya, masyarakat awam tidaklah memiliki ilmu dan kapasitas seperti para pemuka agama dan tokoh masyarakatnya, keterbatasan mereka juga disebabkan oleh aktifitas mereka sehari-hari yang cenderung berkarakter pribadi dan kelompok, sehingga perbedaan nilai dan sudut pandang di antara mereka menjadi sangat beragam sekali, tanpa sikap toleran tentu akan terjadi banyak perselisihan di dalam masyarakat awam ini.

Realitas hari ini adalah kebalikan dari teori di atas. Yang bersikap toleran justru para pemimpin agama dan pemuka masyarakat, sehingga mereka terkesan plin-plan dan cenderung terperosok dalam berbagai pelanggaran. Sebaliknya, masyarakat awam mengunci nilai-nilai mereka yang terbatas dalam sikap fanatik antara satu dengan lainnya, sehingga rawan sekali berselisih, bukan hanya dengan suku atau agama yang berbeda, tapi juga saudara seiman atah bahkan yang masih satu keluarga. Apakah ini bagian dari fenomena akhir zaman?

Apakah sikap tegas para pemimpin malah bisa memicu konflik dalam kapasitas yang lebih besar?

Hari ini kita hidup dalam dunia yang miskin keteladan, semua hubungan dan relasi cenderung terjadi dalam suatu arus pendek yang reflek jika dibaratkan dengan sambungan listrik. Makanya banyak hal tampak sebagai sesuatu yang tidak relevan atau tidak nyambung dengan berbagai hal lainnya dalam kehidupan ini.

Alih-alih berfilsafat sosial lebih jauh, saya menyarankan kita semua untuk mengkaji kembali kisah-kisah orang-orang besar dari masa lalu, para nabi dan sahabat, para pejuang dan pahlawan baik dari buku-buku sejarah, maupun hadis dan kitab suci. Kita perlu menghadirkan kembali semangat orang-orang masa lalu yang tercerahkan dan mendapat pengakuan dari Allah SWT.

Pada saat yang sama, kita juga harus kritis mengukur produk budaya kita dengan produk budaya masa lalu, apakah sudah konsisten dengan lompatan waktu yang sudah kita lalui. Tidak salah bangga da cinta pada produk budaya masal lalu, tapi bila budaya masa kini tidak menghasilkan apa-apa yang lebih baik, artinya kita tidaklah berbudaya sama sekali.

Wallahua'lam, selamat menjadi manusia yang lebih baik dari sebelumnya, amin...!