Selasa, November 27, 2012

Ada yang Aneh dengan Lahu Azza Bang Rhoma

Di Radio Baiturrahman Banda Aceh, FM 98,5 setiap paginya sering memutar lagu-lagu yang bersemangat sebagai pengantar pendengan mempersiapkan aktifitas hariannya. Lagu-lagu tersebut adakalanya adalah lagu arab atau lagu lokal, salah satunya yang sering diputar adalah lagu Rhoma Irama.

Dari sekian lagu, yang kemudian mengusik saya adalah lirik lagu Rhoma yang berjudul AZZA. Sekilas terasa ada yang aneh dan mengganjal perasaan saya dari lagu tersebut. Berikut kutipn liriknya yang saya copas dari internet :

Azza... azza... azza...

Azza azza azza
Azza azza azza

Ku rasakan kasihmu
Sungguh ku rasakan
Ku rasakan sayangmu
Sungguh ku rasakan
Ku rasakan cintamu
Azza...

Apa yang aku minta
Engkau memberikan
Dan apa yang aku dambakan
Engkau menuluskan
Apa yang aku mau
Engkau sediakan
Dan apa yang aku harapkan
Engkau menjanjikan

Azza azza azza
Azza azza azza
Azza

Adakah yang sebaik dia
Adakah yang sebijak dia

Adakah yang setulus dia
Adakah yang seikhlas dia

Adakah
Adakah...

Azza azza azza
Azza azza azza

Ku rasakan kasihmu
Sungguh ku rasakan

Ku rasakan sayangmu
Sungguh ku rasakan
Ku rasakan cintamu
Azza...

Bila aku bersedih
Engkau menghiburkan
Apabila aku merana
Engkau bahagiakan
Bila aku bersalah
Engkau memaafkan
Apabila aku terlena
Engkau menyadarkan

Azza azza azza
Azza azza azza
Azza

Saya kok merasa pangglan azza itu janggal, kesannya kok seperti pujian yang ditujukan kepada AZAZIL yah, nama lain dari Iblis yang menggoda Nabi Adam dan Ibu Hawa. Saya tidak melihat relevansinya ini sebagai suatu pujian bagi Allah Azza wa Jalla.

Apalagi, ketika menyimak video klip lagu ini di youtube, jauh rasanya dari kesan islami atau syiar Islam. beberapa scene menunjukkan simbol yang mirip dengan klip lagu populer yang dibawakan oleh artis-artis yang katanya masuk golongan illuminati, misalnya yang tampak di mata saya adalah :

matahari
satu mata
mata kucing
piramid
sphinx
perempuan bercadar tapi genit
jam pasir
kucing putih
perempuan berjajar
tarian darwis
pola-pola gerakan tangan
unta
perempuan melepas cadar

Wallahu a'lam, mungkin saya salah, tapi bisa jadi ada juga orang lain yang berpikiran sama dengan saya.
Semoga umat ini diselamatkan dari fitnah, dan sebaik-baik hiburan adalah mengingat Allah SWT.

Selasa, November 20, 2012

Melihat Palestina dari Aceh, sebuah sudut pandang

Ketika membaca berita palestina, saya terbayaang ketika aceh masih bergolak dengan konflik bersenjata. Orang-orang Non-Aceh atau yang tinggal di luar Aceh berkomentar bahwa orang Aceh hebat, jago perang, pejuang sejati dan lain-lain yang sifatnya heroik. dan sebagian orang Aceh dengan bangga menerima komentar tersebut.
pada saat yang sama, Aceh terus berkecamuk, darah terus mengalir, korban berjatuhan, ekonomi dan pendidikan terpuruk, bahkan ibadahpun menjadi tidak nyaman. Dan yang merasakannya adalah orang Aceh, bukan orang luar aceh, meskipun mereka bersimpati.

Demikian pula, dengan segala keterbatasan informasi yang saya miliki, saya menilai palestina seperti Aceh. Saya khawatir perang palestina akan terus berlanjut dan simpati terus mengalir, sama seperti darah dan airmata warga palestina. Saya khawatir generasi palestina hanya lahir dan mati untuk perang saja, demikian juga dengan yahudi yang ada di israel. sementara itu, ditempat lain yang jauh, orang-orang sepulang demontrasi, kembali pada rutinitas dan kesenangan pribadinya masing-masing.

Wahai orang-orang yang berfikir, kita perlu mencari solusi untuk menghentikan perang dan membangun peradaban dengan baik. Perang mungkin tidak bisa dihindari, tapi seharusnya bisa dihentikan. tentu ada kalah menang dan untung rugi, tapi Allah tidak menciptakan kita hanya untuk berperang bukan?

Doa kita yang terpenting bukanlah sekedar memenangkan mujahidin dan mengutuk para zionist israel. Ada banyak tempat yang juga bergejolak di bagian bumi lainnya di luar palestina, tapi mungkin kita tidak tahu.

Doa kita yang paling esensial menurut hemat saya yang lemah ini adalah:
Allahumma iftah bainana wabaina qaumina bil haqqi wa anta khairul fatihin.

Kenapa? karena saat ini kita hidup sebagai kelompok yang saling terhubung satu dengan lainnya. sebagai umat manusia kita adalah keluarga besar, sebagai sebuah kaum di akhir zaman, bukan bagian-bagian yang terpisah meskipun kita berbeda warna kulit, bahasa dan agama.

Sekali lagi, menyelamat nyawa manusia adalah perintah yang jelas dari Allah SWT.
Mohon koreksi bila cara berpikir saya salah, kepada Allah semata kita mohon petunjuk dan kebaikan, serta ridhanya. Amin ya rabbal alamin......

Rabu, November 14, 2012

1434 H, sebuah puisi

puisi ini terinspirasi dari salah satu puisi yang pernah saya buat semasa di ma'had dulu, yaitu di tahun 1999, di Pondok Pesantren Modern Misbahul Ulum, tentunya dengan bahasa dan rasa yang baru.

1 = satu manusia, satu jiwa, masing-masing mengemban amanat dari Yang Kuasa
M = malam dan siang terus berlalu, ingat bahwa akan ada batas bagi setiap waktu
U = umur manusia Tuhan yang tentukan, tapi amal dan usaha adalah pilihan kita
H = harta hanyalah atribut supaya kita bisa saling membantu, tapi bukan tujuan yang utama
A = Allah adalah tujuan akhir kita, karena kita bermula dari Kehendak-Nya
R = ridha-Nya adalah tujuan, keampuannan-Nya adalah harapan
R = rindu dan dendam di dunia menentukan warna peradaban manusia
A = adalah sabar dan ikkhlas, penawar dari segala racun dan bisa dunia
M = mari kembali mengkaji asal dan tujuan kita di bumi
1 = satu-satu, mari kita ulang ayat-ayat yang suci
4 = empat arah, mari kita sebarkan senyuman dan dakwah
3 = tiga prinsip, iman-islam-ihsan mari kita pelihara
4 = empat kewajiban bagi saudara-saudara kita yang telah mendahului (fardhu kifayah fil janazah)
H = hidup hanya sekali, maka mari kita beri arti yang hakiki

selamt tahun baru, semoga menjadi insan yang lebih baik di hadapan Allah, dan memperoleh Ridha-Nyan, amin.......

Senin, November 12, 2012

Mewujudkan Beut Yang Realistis

Sejak pertama kali dicetuskan oleh Menteri Agama RI di awal tahun 2011, Gerakan Masyarakat Magrib Mengaji telah disambut dengan antusias oleh berbagai kalangan, khususnya pemerintah daerah di beberapa wilayah di Indonesia, tidak terkecuali di Aceh. Tercatat pada bulan Juli 2011, di Masjid Raya Baiturrahman,  Menteri Agama RI, Suryadharma Ali mendeklarasikan Gerakan Magrib Mengaji bersama Gubernur Aceh kala itu, Irwandi Yusuf. Dan pada kamis (8/11), gerakan yang sama dicanangkan kembali oleh Gubernur Aceh, Zaini Abdullah di Jantho, Aceh Besar.

Program Beut  Al-Quran Ba’da Magrib (BABM) yang digagas oleh Bupati Aceh Besar, Mukhlis Basyah, dinilai oleh Gubernur sebagai salah satu upaya menutupi kekosongan dakwah yang kemungkinan besar menjadi salah satu jalan masuk bagi maraknya aliran sesat di Aceh akhir-akhir ini.  Masih menurut Gubernur, program ini juga merupakan manifestasi kepedulian pemerintah di Aceh atas nyaris hilangnya kearifan lokal masyarakat yang selama ini diwariskan turun temurun, yaitu aktifitas mengaji setelah magrib. Untuk itu, Gubernur berharap program serupa bisa dilaksanakan oleh Bupati/Walikota di daerah lainnya.

Bupati Aceh Besar menjelaskan bahwa program BABM ini akan dilaksanakan di seluruh gampong di wilayah Aceh Besar, dimulai sejak selesai Shalat Magrib berjamaah dan berakhir setelah pelaksanaan Shalat Isya berjamaah, dipusatkan di meunasah dan balai pengajian yang ada di gampong-gampong, pesertanya adalah anak usia 6 hingga 15 tahun. Tujuan dari program ini adalah untuk membebaskan buta aksara al-Quran bagi masyarakat di wilayah Aceh Besar, sekaligus untuk menanamkan kecintaan terhadap al-Quran, dan pemahaman dasar-dasar keaagamaan yang akan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Menurut hemat penulis, ada beberapa hal yang perlu dikritisi dalam pelaksanaan program Beut Ba’da Magrib ini. Pertama, sejak awal dicanangkan oleh Menteri Agama, gerakan mengaji bakda magrib terkesan sebagai gerakan emosional, dimana romantisme masa lalu dianggap memiliki khasiat untuk mengatasi krisis masa kini. Padahal, budaya masala lalu dan masa kini jauh berbeda. Keterbatasan listrik, sarana informasi, dan alat transportasi pada dua dekade yang lalu membentuk pola hidup masyarakat yang cenderung mengikuti jam matahari.

Aktifitas dimulai saat matahari terbit dan berakhir menjelang matahari terbenam. Orang-orang tua, anak-anak, bahkan hewan ternak sudah harus pulang sebelum waktu magrib tiba. Mobilisasi masyarakat rendah dan terbatas pada tempat-tempat yang mudah dijangkau dari tempat tinggalnya, seperti meunasah dan balee beut. Dalam kondisi seperti ini, adalah masuk akal untuk mengisi waktu antara Magrib dan Isya dengan kegiatan mengaji al-Quran, membaca dalail khairat dan lain-lain. Perlu dicatat juga bahwa program televisi saat itu masih sangat terbatas, baik dari segi pilihan acara maupun channel yang bisa diakses dengan antenna UHF/VHF, hanya beberapa rumah saja yang punya parabola.

Kondisi hari ini tentu berbeda, aktifitas masyarakat tidak lagi berpedoman pada jam matahari, mobilitas masyarakat tidak lagi hanya antara peukan dan meunasah, demikian juga pengaruh sarana hiburan yang tidak lagi terbatas waktu dan media, menyebabkan model beut bakda magrib tidak lagi popular, bukan hanya di kota-kota, tapi juga di kampung-kampung. Karena itu, penulis menilai pengkhususan waktu magrib sebagai waktu belajar dan mengajar al-Quran untuk kondisi hari ini tidaklah tepat dan realistis. Permasalahan yang akan dihadapi di lapangan nantinya bukan hanya keengganan dari anak-anak yang merasa program ini sebagai beban tabahan, tapi juga keterbatasan waktu dari para orang tua untuk mengontrol jalannya program ini pada waktu magrib, mengingat banyak orang tua yang bahkan baru pulang ke rumah setelah magrib karena padatnya aktifitas.

Menurut hemat penulis, program pendidikan diniyah yang dilaksanakan Pemerintah Kota Banda Aceh secara integral dengan pendidikan sekolah di siang hari justru lebih tepat. Materi al-Quran dan kajian keagamaan dilebur dalam jadwal pelajaran resmi sekolah, sehingga tidak terkesan sebagai materi tambahan oleh para siswa, meskipun diajarkan oleh guru khusus yang berbeda. Di luar sekolah, anak-anak masih memiliki waktu untuk bermain, mengerjakan tugas-tugas PR dan aktifitas lainnya.  Pelaksanaan program juga lebih mudah terkontrol oleh guru, kepala sekolah, pengawas dan aparatur pemerintah lainnya karena berlangsung dalam jam dinas yang normal.

Kedua, terkait dengan misi penanggulangan aliran sesat di Aceh. Menurut hemat penulis, fenomena maraknya aliran sesat bukan disebabkan oleh kekosongan dakwah semata-mata, apa lagi karena waktu antara magrib dan isya tidak digunakan untuk mengaji. Justru yang menjadi masalah adalah adanya kekosongan paradigma dalam dakwah dan pendidikan agama di Provinsi Aceh, yaitu paradigm bahwa Islam adalah rahmatan lil ‘alamin, shalihun li kulli zaman wa makan.

Dakwah dan pendidikan agama yang berkembang di Aceh selama ini cenderung ekslusif dan menutup diri terhadap berbagai corak dalam khazanah islam, baik akidah, fiqh, maupun tasawuf. Sikap eksklusif yang diusung oleh sebagian tokoh agama atau lembaga pendidikan, menjadikan Islam Aceh sangat spesifik dan anti terhadap perbedaan. Kondisi ini, di satu sisi melahirkan sikap mudah menuduh bid’ah dan sesat atas perbedaan. Di sisi lain, generasi muda Islam Aceh yang sudah akrab dengan teknologi dan media informasi merasa ada bagian Islam yang ditutup-tupi dari mereka, sehingga Islam terasa sempit dan tidak bisa menjawab persoalan-persoalan kekinian. Dalam kondisi seperti ini, sejumlah pemuda mencari alternatif pemahaman Islam dari ‘sumber luar’ yang boleh jadi, karena keterbatasan tertentu, kemudian terjebak oleh kelompok-kelompok yang secara sistematis hendak merusak generasi muda Islam melalui berbagai corak aliran sempalan.

Jadi, dari segi materi beut yang hendak disajikan, juga perlu adanya penguatan paradigma yang memungkinkan Islam dilihat secara universal, bukan sekedar Islam ala Aceh, ala dayah, atau ala syafi’iyah semata. Karena Islam tidak diturunkan kepada komunitas tertentu saja, tapi kepada seluruh umat manusia, hingga akhir zaman.

Yang ketiga, terkait dengan keterlibatan pemerintah dalam pembinaan kehidupan umat beragama. Pemerintah semestinya berperan dalam porsi yang sesuai dan tidak merusak kemandirian masyarakat dan keluarga dalam pendidikan keagamaan. Pendidikan agama terhadap generasi muda adalah tanggung jawab langsung keluarga dan masyarakatnya. Campur tangan pemerintah bisa menyebabkan masyarakat dan keluarga menjadi manja dan kurang peduli dengan tanggungjawabnya sendiri. Tidak jauh berbeda dengan program beasiswa miskin yang bukannya meningkatkan mutu pendidikan, tapi justru menjauhkan orangtua dari tanggungjawabnya terhadap pendidikan anak-anaknya.

Di lain pihak, program ini akan membebani anggaran pemerintah daerah yang semestinya bisa dimaksimalkan untuk program pemberdayaan ekonomi dan pembangunan infrastruktur bagi kesejahteraan masyarakat. Peran aktif pemerintah, menurut hemat penulis, semestinya sebatas memfasilitasi , mensupport dan memotivasi gairah kehidupan dan kajian keislaman di dalam masyarakat.

Beberapa program misalnya yang bisa dilakukan pemerintah adalah dengan menggalakkan perlombaan dan festival keagamaan pada setiap hari-hari bersejarah Islam. Dengan adanya lomba dan festival keagamaan secara teratur, secara tidak langsung akan mendorong masyarakat dan keluarga untuk mendidik anak-anaknya untuk mendalami ilmu-ilmu keislaman yang akan berpengaruh pada kualitas pemahaman dan penagamalan nilai keagamaan.

Program lainnya yang perlu dilakukan pemerintah adalah menghadirkan para ulama-ulama terkemuka dari pusat-pusat studi Islam di dunia ke Provinsi Aceh untuk membagi ilmunya dengan para tokoh agama dan ulama di Aceh, sehingga bisa terjalin komunikasi yang lebih baik dan pemahaman keagamaan yang utuh dalam atmosfir keacehan. Saya kira, program ini jauh lebih efektif, efisien dan terkontrol ketimbang memberikan beasiswa kepada  beberapa orang Aceh untuk belajar ke luar negeri.

Akhirnya, kita berharap perhatian serius Pemerintah Aceh dan para Bupati / Walikota dengan Program Beut Bakda Magrib dan yang semisalnya bukan sekedar program simbolis semata, melainkan sebuah upaya menjalankan amanah yang dititipkan Allah kepada mereka, yang tentunya akan dimintai pertanggungjawabannya di akhirat kelak. Wabillahi Taufiq wal Hidayah.

Jumat, November 02, 2012

Tabayun, Jangan Berhenti pada Satu Informasi Saja!

Ini adalah berita pembanding terhadap pemberitaan sebelumnya bahwa Pemerintah Arab Saudi akan membongkar makam Rasulullah SAW. Tabayyun merupakan salah satu perintah Allah kepada kaum muslimin, supaya kita tidak terjebak dalam fitnah yang merugikan di dunia dan akhirat.

Allah juga menggambarkan ciri-ciri orang beriman yang menyaring informasi dari berbagai sumber, lalu memilih yang terbaik di antaranya. Jadi seorang muslim tidak hanya menunjukkan ekspresi keimanannya secara emosional, tapi juga rasional.

Berikut kutipan dari http://news.fimadani.com/read/2012/11/01/inilah-rencana-perluasan-masjid-nabawi-bukan-pembongkaran-makam-nabi/

Sebagaimana santer di beberapa media sekuler yang mengambil informasi dari kantor berita Syiah Fars mengenai penghancuran makam Nabi Muhammad, informasi-informasi baru yang terungkap semakin menunjukkan kebohongan informasi tersebut.

Diberitakan oleh Fars bahwa pemerintah Arab Saudi berencana memperluas Masjid Nabawi di Madinah. Hal itu menimbulkan kekhawatiran di banyak pihak jika makam Nabi Muhammad akan dihancurkan.
Menurut kantor berita itu, penghancuran makam Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam merupakan bagian dari rencana pemerintah Arab Saudi yang akan menghancurkan seluruh situs bersejarah Islam, termasuk Masjid Nabawi dan 3 masjid lainnya yang merupakan masjid tertua di dunia. Sebagai gantinya, dikatakan, pemerintah Arab Saudi merencanakan pengembangan proyek ekspansi yang bernilai multi miliar poundsterling.

Ketua Majelis Ulama Indonesia KH Amidhan sudah menyatakan atas kedustaan tersebut sepulangnya beliau dari Madinah belum lama ini.

“Memang mau diperluas tapi kondisi makam tidak akan berubah. Selain itu kan makam ada di dalam masjid,” kata KH Amidhan.

Sementara itu, Ustadz Abdullah Haidir yang saat ini tinggal di Arab Saudi, melalui akun jejaring sosialnya menyampaikan penjelasan mengenai perluasan masjid tersebut.

“Berita tersebut sulit diterima kebenarannya. Berita yang sesungguhnya adalah rencana perluasan besar-besaran yang sudah dicanangkan Raja Abdullah pada bulan September lalu saat berkunjung ke Madinah yang disebut-sebut sebagai rencana perluasan Masjid Nabawi terbesar dalam sejarah, karena akan menjadikan Masjid Nabawi 3 kali lebih besar dari ukuran yang ada sekarang dan dapat menampung 2,8 juta jamaah shalat,” katanya.

Meski demikian, beliau juga menyatakan adanya kritik dari sejumlah ulama Saudi mengenai  rencana arsitektur Masjid Nabawi yang baru dikarenakan adanya perubahan posisi mihrab Nabi dan Raudhah.

“Hanya saja memang ada kritik dan ketidaksetujuan terkait posisi mihrab dan Raudhah nantinya. Karena jika dibangun berdasarkan maket yang ada, posisi Raudhah dan mihrab Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam tidak lagi berada di depan, tetapi menjadi di samping. Karena perluasan diarahkan dibagian kanan depan masjid (lihat maket). Beberapa ulama Saudi sendiri mengkritisi rencana perluasan tersebut yang dianggap tidak menempatkan Mihrab Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam serta Raudhah sebagaimana mestinya.”
“Jadi, isu pembongkaran makam Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam tidak benar sama sekali,” pungkasnya.

Atas pemberitaan Fars yang dikutip berbagai media sekuler tersebut, beberapa media Islam tanah air menyebutkan bahwa Fars sengaja melakukan pembohongan informasi untuk mengadu domba antara kaum Suni Muslimin di berbagai belahan dunia dengan kaum Muslimin Arab Saudi.
****

Semoga Allah selalu memelihara umat Islam, dan mempersatukan mereka dalam cahaya iman, amin