Jumat, Agustus 03, 2012

MATAHARI, BULAN DAN BINTANG



Ini sebua catatan lama, bagian dari aktifitas sebagai pengurus masjid al-mabrur asrama haji banda aceh. mudah-mudahan bisa menghidupkan kembali hati saya, insya Allah.

 Ketika memandang ke langit di siang hari, kita melihat bola pijar yang sangat besar, bundar bercahaya menyilaukan mata. Itulah matahari yang menjadi sumber cahaya di bumi. Perputaran bumi mengelilingi matahari, menyebabkan adanya siang dan malam, sehingga manusia bisa membagi waktunya antara bekerja dan beristirahat.[i]
Di malam hari yang cerah, kita bisa melihat bintang-bintang bertebaran di langit, ada yang terang, ada yang redup, ada yang berwarna-warni, ada juga yang hanya memiliki satu warna saja.[ii] Diufuk langit, kita juga melihat bulan, yang semakin lama semakin membesar menjadi purnama, untuk kemudian kembali menyusut perlahan.
Dengan bulan, manusia bisa membagi waktu menjadi 12 bulan setahun.[iii] Dengan bintang, manusia mempelajari tata letak, arah dan musim. Bahkan manusia mencoba meramalkan masa depan dengan perantaraan bintang.
Begitu dominan pengaruh tiga benda langit tersebut, masyarakat terdahulu mempelajarinya dengan sungguh-sungguh dan menjadikannya bagian dari inti agama, baik sebagai dewa-dewi, maupun simbol-simbol ajaran. Manusia menetapkan kebenaran, baik-buruk, dan takdir dunia berdasarkan struktur peta benda-benda langit tersebut. Kita masih dapat menyimak mitos-mitos masa lalu tersebut hingga kini dalam pelajaran sejarah, budaya, dan perbandingan agama. Bahkan hingga kini, masih ada manusia yang menganut agama benda-benda langit.
Al-Qur’an merekam perjalanan Nabi Ibrahim dalam mencari Tuhan,[iv] ketika beliau bertemu dengan sekelompok penyembah bintang, dan mempelajari skema-skemanya, beliau menjadi yakin, bahwa dunia ini diatur oleh bintang-bintang tersebut.[v] Akan tetapi keyakinan itu menjadi pudar, ketika beliau bertemu dengan para penyembah bulan, dan mempelajari peredaran dan pengaruhnya, keindahannya, dan mitos-mitosnya, untuk sementara beliau menjadi yakin dengan bulan sebagai pemelihara kehidupan.[vi]
Keyakinan inipun tidak bertahan lama, ketika ilmunya bertambah tentang matahari sebagai pusat edar planet, dan kekuatan cahayanya yang mengalahkan bulan dan bintang, kehangatannya yang melambangkan cinta kasih, semangat hidup, dan kejayaan. Maka beliau menjadi yakin bahwa inilah Sang Pengatur itu, ini Paling Besar, menurutnya.[vii]
Dalam keyakinannya itu, Nabi Ibrahim ‘alaihissalam, tidak pernah berhenti untuk belajar dan mencari kebenaran, hingga suatu saat beliau memperoleh kenyataan bahwa dunia ini jauh lebih besar dari sekedar matahari, bulan dan bintang, ada banyak planet, bulan, bintang dan matahari, yang masing-masingnya memiliki ciri-ciri istimewa dan garis edar tersendiri. Setiap benda mengelilingi sesuatu yang lebih besar dan lebih kuat pengaruhnya, selanjutnya, benda kuat itu, bersama benda-benda yang mengikutinya, kembali mengitari benda yang lebih besar dan memiliki daya yang lebih kuat.[viii]
Anak-anak mengitari orang tuanya, para keluarga mengitari para kepala kampung, para kepala kampung bersama anggotanya beredar diantara kepala suku, para kepala suku dengan anggota sukunya mengorbit pada pimpinan yang lebih tinggi, demikian seterusnya.
Bulan mengelilingi bumi, bumi beserta bulan, dan planet-planet lain mengelilingi matahari, matahari dan kumpulan planetnya mengelilingi pusat surya bima sakti, bima sakti bersama komponen-komponennya beredar mengelilingi titik yang lebih besar lagi dan lebih kuat, demikian seterusnya.
Dengan petunjuk Allah Yang Maha Pencipta dan Mengatur, Nabi Ibrahim menyadari ada yang lebih besar, bahkan Yang Maha Besar yang menjadi sumber segala sesuatu, dan pusat edar segala sesuatu. Nabi Ibrahim menemukan Allah dalam pencahariannya dan memperoleh Pengetahuan Suci yang kemudian menjadi syariat bagi manusia di dunia ini.[ix]
Allahlah yang telah menciptakan segala sesuatu dan mengaturnya, memeliharanya dan menentukan batasan-batasannya. Semua tergantung kehendak Allah, dan makhluk-Nya hanya mengikuti kehendak tersebut dalam suatu sunnatullah. Inilah yang kemudian menjadi fondasi keyakinan dan keberagamaan manusia yang benar dan sah di sisi Allah.
Sebagai bentuk simulasi kesadaran universal di atas, maka Allah memerintahkan Ibarahim dan Ismail ‘alaihimassalam untuk membangun Ka’bah[x] yang akan didatangi dan dikelilingi manusia yang merindukan kebenaran dari seluruh penjuru bumi. Dalam ajaran Islam disebut dengan tawaf yang merupakan bagian dari Ibadah Haji dan Umrah.[xi]
 Kesadaran universal ini juga telah dipahami oleh Plato dan murid-muridnya sebagai Causa Prima, dan kemudian mengejawantah dalam filsafat Islam sebagai teori emanasi. Itulah sebabnya, kenapa orang-orang yang telah memperoleh pengetahuan dari Allah menjauhkan diri dari tindakan-tindakan jahat dan syirik, bahkan sebelum Nabi Akhir Zaman diutus ke muka bumi.
Syirikkah mempelajari matahari, bulan dan bintang? Mempelajari sunnatullah adalah sebuah kewajiban, dan mengikuti harmoninya merupakan suatu kepatutan dengan tetap berpegang kepada pedoman yang telah diamanahkan Allah kepada kita, yaitu al-Qur’an dan ajaran-ajaran nabi-Nya yang shahih.
Yang dilarang adalah menyembah matahari, bulan, dan bintang sebagai tuhan selain Allah, menggantungkan segala hajat, keperluan dan nasib kepada peredarannya. Karena mereka sendiri adalah makhluk, yang sangat berhajat kepada kasih sayang Allah SWT.
Dalam perjalanan sejarah peradaban dan pengetahuan manusia, ketika kita masih hidup dengan pola agraris (pertanian) yang terikat kepada musim, kita belajar kepada bulan, bintang dan matahari. Seiring dengan perkembangan ilmu, ketika manusia telah menguasai teknologi, manusia mulai memamfaatkan bulan, bintang dan matahari. Tapi kerakusan manusia telah menyebabkannya dibenci oleh alam ini. Musim, cuaca, suhu sudah mulai berontak kepada kaidah-kaidah yang kita pahami, karena memang kita tidak bisa memaksakan kehendak kepada matahari, bulan dan bintang. Derajat kita sama, sebagai makhluk Allah yang menyembahnya. Sudah selayaknya kita kembali belajar dan bersahabat dengan alam, meskipun kita seorang guru, pelajar, dokter, atau tukang kayu. Bukankah umur bulan, bintang dan matahari jauh lebih tua dari kita semua?



[i] QS. Al-Isra’ ayat 78, bahwa waktu shalat tergantung peredaran matahari
[ii] QS. Al-Muluk ayat 5, bintang adalah perhiasan langit
[iii] QS. At-Taubah ayat 36, 12 bulan dalam setahun
[iv] QS. Al-An’am ayat 74, Nabi Ibrahim mempertanyakan logika kaumnya yang menyembah berhala yang dibuat oleh tangan mereka sendiri. QS. Al-An’am ayat 75, Allah memperlihatkan kepada Ibrahim tanda-tanda kebesaran di langit
[v] QS. Al-An’am ayat 76, Nabi Ibarahim menganggap bintang sebagai tuhannya, tapi kemudian beliau berubah pikiran kembali
[vi] QS. Al-An’am ayat 77, Nabi Ibrahim menganggap bulan sebagai tuhan, kemudian pendapatnya ini juga tidak bertahan lama
[vii] QS. Al-An’am ayat 78, Nabi Ibrahim menganggap matahari sebagai tuhan, lalu beliau mendapat petunjuk Allah yang sebenarnya
[viii] QS. Yasin ayat 36-40.
[ix] QS. Al-An’am ayat 79, pernyataan keimanan Nabi Ibrahim yang sering kita ulang dalam doa iftitah shalat
[x] QS. Al-Baqarah ayat 125
[xi] QS. Al-Maidah ayat 97. Ka’bah sebagai symbol kesadaran universal