Apakah seseorang bisa membedakan kebaikan dan dosa? Semestinya
manusia telah dibekali oleh Allah dengan kemampuan untuk membedakan mana yang
baik dan mana yang buru. Salah satu instrumen untuk itu adalah akal. Akal identik
dengan kecerdasan logika, analisa dan luasnya informasi yang dimiliki. Orang yang
berakal identik dengan orang pintar atau berilmu.
Akan tetapi, adakalanya keluasan ilmu juga tidak bisa
menyelamatkan manusia dari jebakan dosa. Pada saat itu, manusia perlu kepada
kecerdasan nuraninya, yang identik dengan qalbu, hati.
Dalam hadis ke 27, dapat kita lihat jawaban Rasulullah
kepada sahabat An-Nawas bin Sam’ani :
الْبِرُّ حُسْنُ الْخُلُقِ، وَالْإِثْمُ
مَا حَاكَ فِي صَدْرِك، وَكَرِهْت أَنْ يَطَّلِعَ عَلَيْهِ النَّاسُ
Kebaikan tercermin dari akhlak yang baik, dosa apa yang menyesakkan
dadamu, dan kau khawatirkan diketahui oleh orang lain.
Dalam riwayat yang lain, Sahabat Wabishah bin Ma’ad
mendatangi Rasulullah untuk bertanya tentang apa itu kebaikan, maka Raulullah
menerangkan :
استفت قلبك، الْبِرُّ مَا اطْمَأَنَّتْ
إلَيْهِ النَّفْسُ، وَاطْمَأَنَّ إلَيْهِ الْقَلْبُ، وَالْإِثْمُ مَا حَاكَ فِي
النَّفْسِ وَتَرَدَّدَ فِي الصَّدْرِ، وَإِنْ أَفْتَاك النَّاسُ وَأَفْتَوْك
Mintalah fatwa kepada hatimu, kebaikan adalah yang
membuat jiwa menjadi tenang dan hati menjadi tentram. Sementara dosa adalah
yang meresahkan jiwa dan menyesakkan dada, meskipun kamu sudah bertanya kepada
orang lain.
Pada dasarnya, jiwa dan hati manusia itu baik, dan bisa
membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Namun ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan, bahwa kondisi jiwa dan hati itu sehat/bersih, dan kita
terbiasa untuk tidak mengabaikan alarm yang diberikan oleh hati kita.
Para sahabat rasul adalah orang-orang memelihara dan
menjaga kebersihan hati dan jiwanya, sehingga mereka bisa langsung mempedomani
fatwa dari hatinya. Namun bagi kita yang awam, perlu membiasakan diri untuk
membersihkan hati dengan ibadah, berprasangka baik, berzikir, dan mendengarkan
nasehat dari para ulama. Dengan demikian, mudah-mudahan kita bisa bebas dari
jebakan nafsu dan syahwat kita, yang kita kira sebagai hati nurani kita.
Namun, secara sederhana, dari hadis di atas, Rasulullah
menjelaskan dua kriteria yang harus dipenuhi untuk menyatakan sesuatu itu baik,
yaitu jiwa tentram dan hati juga tenang. Bila jiwa tentram tapi hati gelisah,
berarti itu nafsu. Bila hati yakin namun jiwa melawan, kemungkinan kita sedang
melawan hawa nafsu dalam melakukan amal shaleh. Kita masih harus terus berlatih
mengendalikannya.
Jika sesuatu itu menyesakkan di dada, meresahkan jiwa,
meskipun sudah bertanya kepada orang lain yang lebih mengerti, berarti ada
sesuatu yang salah dengan diri kita, bisa jadi niat kita salah jika lahiriah
perbuatannya baik, atau memang sebuah kesalahan, namun samar pada pandangan orang
lain.
Jika kita mengalami ini, bersyukurlah bahwa hati kita
masih hidup, alarm yang Allah titip pada diri kita masih berfungsi. Mari kita
jaga dan rawat, karena bila hati telah mati, tidak ada beda lagi banginya
apakah sesuatu itu baik atau berdosa.
Wallahu a’lam.