Kamis, Mei 18, 2017

Hadis Nomor 41 dan 40 dari Kitab Arbain Imam Nawawi



Alhamdulillah, salah satu yang paling saya khawatirkan adalah manajemen waktu. Ya, manajemen waktu sangat penting dalam rangka menyelesaikan tugas-tugas dan rencana kita. Itu sebabnya satu hari terlewati tanpa sempat melanjutkan proyek penyucian diri ini. Kali ini kita akan membaca dan menelaah dua hadis sekaligus, yaitu hadis nomor 41 dan hadis nomor 40.

Pada hadis Nomor 41, diriwayatkan dari Sahabat Nabi SAW, Abdullah bin Amru bin Ash, Rasulullah SAW bersabda :

لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يَكُونَ هَوَاهُ تَبَعًا لِمَا جِئْتُ بِهِ
Artinya kurang lebih :
Seseorang tidak dianggap sempurna imannya sehingga hawa nafsunya mengikuti ajaranku.

Melanjutkan diskusi dari hadis nomor 42 tentang kemurahan Allah dalam memberikan ampunan kepada hamba-hambaNya yang bertaubat dan beriman, maka pada hadis di atas, Rasulullah memberikan petunjuk tentang kesempurnaan iman.

Masalah terbesar kita di masa ini, salah satunya adalah dorongan nafsu yang luar biasa besar  dan beragam terhadap dosa dan maksiat. Semakin banyak yang dilihat, didengar dan diketahui melalui media massa dan media sosial, maka nafsu juga cenderung menjadi liar. Akibatnya stabilitas iman menjadi sangat labil, mudah sekali mnegalami pasang surut, dan boleh jadi lebih sering surutnya.

Indikator iman sudah baik, menurut hadis di atas adalah bila nafsu sudah dapat dikendalikan dengan baik sesuai dengan syariat yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. nah, bulan puasa ini adalah sarana yang paling tepat untuk melatih nafsu sesuai dengan syariat nabi. Dimulai dengan menahan diri dari makan dan minum selama jam puasa, diikuti perlahan dengan mengendalikan aktifitas-aktifitas yang dapat mengurangi pahala dan hikmah puasa.

Lalu, adakah trik untuk mengendalikan nafsu? Mungkin jawaban tersebut bisa kita rujuk pada hadis nomor 40 berikut :

Dari Sahabat Ibnu Umar Radhiallahu anhuma, beliau berkata : Rasulullah memegang kedua bahuku, lalu bersabda :

كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّك غَرِيبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيلٍ

Jadilah kamu di dunia ini seperti orang asing, atau seperti  orang yang menyeberangi jalan.
Selanjutnya, menurut perawi, Ibnu Umar menambah nasehatnya terkait hadis ini :

إذَا أَمْسَيْتَ فَلَا تَنْتَظِرْ الصَّبَاحَ، وَإِذَا أَصْبَحْتَ فَلَا تَنْتَظِرْ الْمَسَاءَ، وَخُذْ مِنْ صِحَّتِك لِمَرَضِك، وَمِنْ حَيَاتِك لِمَوْتِك
Apabila kamu mendapati hari sudah sore, jangan tunggu besok pagi. Jika kamu bangun di pagi hari, jangan menunda hingga sore hari. Pergunakanlah sehatmu untuk sakitmu, dan duniamu untuk akhiratmu.

Menurut saya, dalam kontek melaksanakan kebaikan, khususnya mengendalikan hawa nafsu, salah satu langkah yang paling mudah adalah meyakini bahwa umur kita bisa habis sewaktu-waktu, bisa satu jam lagi, satu menit lagi, boleh jadi juga sehari lagi atau seminggu lagi.

Jika kita yakin bahwa kesempatan yang kita miliki terbatas, maka kita akan sangat hati-hati dalam menghindari dosa, dan akan serius melaksanakan ibadah, seakan-akan itu adalah pengabdian terakhir kita sebelum ajal. Teori sepertinya memang lebih mudah dari praktik.

Nabi mengibaratkan dengan orang asing atau orang yang menyeberangi jalan. Saya kira perumpamaan ini agak sulit dipahami karena ada perubahan pola pikir orang sekarang dengan orang di masa dahulu.

Orang di masa dahulu, sebagai orang asing akan lebih hati-hati dalam bersikap dan bertindak, baik-baik membawa diri di lingkungan orang lain. Demikian juga orang yang menyeberang jalan, tentu harus hati-hati dan bertindak cepat sebelum dilanggar oleh kendaraan.

Pada zaman kini, situasi asing justru dimanfaatkan untuk berbuat dosa, karena dianggap tidak ada yang mengenal, tidak perlu merasa malu. Menyeberangpun bisa melalui jembatan penyeberangan, jadi bisa berleha-leha.

Sepertinya Ibnu Umar punya firasat seperti itu, maka beliau menambahkan penjelasan untuk menyegerakan taubat dan berbuat baik, jangan ditunda-tunda. Kalo sadarnya sore, segera taubat sore itu juga, jangan tunggu besok pagi. Kalo punya niat baik di pagi hari, segera eksekusi, jangan ditunda hingga sore hari.

Mumpung masih sehat, banyaklah beribadah, karena kalo sudah sakit, melaksanakan yang wajib-wajibpun sudah sangat sulit. Mumpung masih hidup dan ada kesempatan, mari kita perbanyak kebaikan, khususnya di bulan ramadhan. Karena jika sudah mati, berharap atas pahala yang lebih banyak sudah tidak mungkin, mudah-mudahannya saja ada banyak orang saleh yang mengenal kita mengirimkan doanya, khususnya dari anak-anak, karib kerabat dan keluarga.

Wallahu a’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar