Alhamdulillah, salah satu yang paling saya khawatirkan
adalah manajemen waktu. Ya, manajemen waktu sangat penting dalam rangka
menyelesaikan tugas-tugas dan rencana kita. Itu sebabnya satu hari terlewati
tanpa sempat melanjutkan proyek penyucian diri ini. Kali ini kita akan membaca
dan menelaah dua hadis sekaligus, yaitu hadis nomor 41 dan hadis nomor 40.
Pada hadis Nomor 41, diriwayatkan dari Sahabat Nabi SAW,
Abdullah bin Amru bin Ash, Rasulullah SAW bersabda :
لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يَكُونَ
هَوَاهُ تَبَعًا لِمَا جِئْتُ بِهِ
Artinya kurang lebih :
Seseorang tidak dianggap sempurna imannya sehingga hawa
nafsunya mengikuti ajaranku.
Melanjutkan diskusi dari hadis nomor 42 tentang kemurahan
Allah dalam memberikan ampunan kepada hamba-hambaNya yang bertaubat dan
beriman, maka pada hadis di atas, Rasulullah memberikan petunjuk tentang
kesempurnaan iman.
Masalah terbesar kita di masa ini, salah satunya adalah
dorongan nafsu yang luar biasa besar dan
beragam terhadap dosa dan maksiat. Semakin banyak yang dilihat, didengar dan
diketahui melalui media massa dan media sosial, maka nafsu juga cenderung
menjadi liar. Akibatnya stabilitas iman menjadi sangat labil, mudah sekali
mnegalami pasang surut, dan boleh jadi lebih sering surutnya.
Indikator iman sudah baik, menurut hadis di atas adalah
bila nafsu sudah dapat dikendalikan dengan baik sesuai dengan syariat yang
dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. nah, bulan puasa ini adalah sarana yang paling
tepat untuk melatih nafsu sesuai dengan syariat nabi. Dimulai dengan menahan diri
dari makan dan minum selama jam puasa, diikuti perlahan dengan mengendalikan
aktifitas-aktifitas yang dapat mengurangi pahala dan hikmah puasa.
Lalu, adakah trik untuk mengendalikan nafsu? Mungkin jawaban
tersebut bisa kita rujuk pada hadis nomor 40 berikut :
Dari Sahabat Ibnu Umar Radhiallahu anhuma, beliau berkata
: Rasulullah memegang kedua bahuku, lalu bersabda :
كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّك غَرِيبٌ
أَوْ عَابِرُ سَبِيلٍ
Jadilah kamu di dunia ini seperti orang asing, atau
seperti orang yang menyeberangi jalan.
Selanjutnya, menurut perawi, Ibnu Umar menambah
nasehatnya terkait hadis ini :
إذَا أَمْسَيْتَ فَلَا تَنْتَظِرْ
الصَّبَاحَ، وَإِذَا أَصْبَحْتَ فَلَا تَنْتَظِرْ الْمَسَاءَ، وَخُذْ مِنْ
صِحَّتِك لِمَرَضِك، وَمِنْ حَيَاتِك لِمَوْتِك
Apabila kamu mendapati hari sudah sore, jangan tunggu
besok pagi. Jika kamu bangun di pagi hari, jangan menunda hingga sore hari. Pergunakanlah
sehatmu untuk sakitmu, dan duniamu untuk akhiratmu.
Menurut saya, dalam kontek melaksanakan kebaikan,
khususnya mengendalikan hawa nafsu, salah satu langkah yang paling mudah adalah
meyakini bahwa umur kita bisa habis sewaktu-waktu, bisa satu jam lagi, satu
menit lagi, boleh jadi juga sehari lagi atau seminggu lagi.
Jika kita yakin bahwa kesempatan yang kita miliki
terbatas, maka kita akan sangat hati-hati dalam menghindari dosa, dan akan
serius melaksanakan ibadah, seakan-akan itu adalah pengabdian terakhir kita
sebelum ajal. Teori sepertinya memang lebih mudah dari praktik.
Nabi mengibaratkan dengan orang asing atau orang yang
menyeberangi jalan. Saya kira perumpamaan ini agak sulit dipahami karena ada
perubahan pola pikir orang sekarang dengan orang di masa dahulu.
Orang di masa dahulu, sebagai orang asing akan lebih
hati-hati dalam bersikap dan bertindak, baik-baik membawa diri di lingkungan
orang lain. Demikian juga orang yang menyeberang jalan, tentu harus hati-hati
dan bertindak cepat sebelum dilanggar oleh kendaraan.
Pada zaman kini, situasi asing justru dimanfaatkan untuk
berbuat dosa, karena dianggap tidak ada yang mengenal, tidak perlu merasa malu.
Menyeberangpun bisa melalui jembatan penyeberangan, jadi bisa berleha-leha.
Sepertinya Ibnu Umar punya firasat seperti itu, maka
beliau menambahkan penjelasan untuk menyegerakan taubat dan berbuat baik,
jangan ditunda-tunda. Kalo sadarnya sore, segera taubat sore itu juga, jangan
tunggu besok pagi. Kalo punya niat baik di pagi hari, segera eksekusi, jangan
ditunda hingga sore hari.
Mumpung masih sehat, banyaklah beribadah, karena kalo
sudah sakit, melaksanakan yang wajib-wajibpun sudah sangat sulit. Mumpung masih
hidup dan ada kesempatan, mari kita perbanyak kebaikan, khususnya di bulan
ramadhan. Karena jika sudah mati, berharap atas pahala yang lebih banyak sudah
tidak mungkin, mudah-mudahannya saja ada banyak orang saleh yang mengenal kita
mengirimkan doanya, khususnya dari anak-anak, karib kerabat dan keluarga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar