Assalamualaikum, salah satu prinsip hukum dalam islam
adalah melakukan sesuatu dengan sadar, tidak terpaksa, dan tentunya tepat
waktu. Demikian pula halnya dengan ibadah puasa, harus dilakukan dengan
kesadaran penuh, bukan karena dipaksa, atau karena tidak enak hati dengan
tetangga atau anggota keluarga yang lain.
Pun demikian, sebagai langkah pembentukan, adakalanya
pemaksaan dan rasa tidak enak menjadi jalan masuk ke dalam rahmat Allah SWT. Karenanya,
anak-anak dan pemula boleh dipaksa untuk beribadah, disamping diberikan
motivasi yang positif.
Pada kesempatan ini, kita coba perhatikan hadis nomor 39
dalam susunan Imam Nawawi sebagai berikut :
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiallahu anhuma, bahwa
Nabi SAW bersabda :
إنَّ
اللَّهَ تَجَاوَزَ لِي عَنْ أُمَّتِي الْخَطَأَ وَالنِّسْيَانَ وَمَا
اسْتُكْرِهُوا عَلَيْهِ
Yang artinya kurang lebih:
Sesungguhnya Allah telah memberikan keringanan kepada
ummatku atas kekeliruan ijtihad, kelupaan, dan keterpaksaan.
Dalam konteks hadis di atas, saya memahami kesalahan
ijtihad dimaafkan, karena ijtihad adalah proses yang hati-hati dalam mengambil
suatu kesimpulan. Jika sudah berhati-hati masih juga salah, maka sesuangguhnya
kita sudah berusaha meraih kebenaran. Dana apabila kesalahan menjadi jelas bagi
kita, maka segera memperbaikinya, bukan malah mempertahankan kesalahan tersebut
sebagai sebuah hasil ijtihad. Seharusnya kita bersyukur telah memperoleh dua
kebaikan. Kebaikan pertama karena Allah mengampuni kesalahan kita dalam
berijtihad, kebaikan kedua, kita ditunjuki kepada kebenaran.
Lupa adalah salah satu sifat manusia, sebagian pakar
mengatakan bahwa kata ‘insan’ yang berarti manusia diderivasi dari kata ‘nisyan’
yang berarti lupa. Dalam Alquran disebutkan, saya tidak ingat ayatnya, bahwa
orang-orang saleh lupa sebagai akibat godaan syaitan. Artinya, orang-orang
shaleh bukan lagi seperti orang awam yang banyak lupanya, mereka jarang sekali
lupa meningat Allah dan menunaikan kewajiban-kewajibannya kecuali karena godaan
yang luar biasa, dan tentunya atas izin Allah.
Jika orang awam dimaafkan atas kealpaan dan kelupaannya,
maka orang shaleh segera bertaubat atas kelupaannya tersebut. Sebagai contoh dalam
konteks puasa yang perlu diperhatikan sebagai berikut: lupa atau tidak sengaja
makan dan minum di saat puasa, begitu sadar harus langsung berhenti dan mohon
ampun, serta melanjutkan puasanya. Yang demikian dimaafkan.
Lupa shalat karena tidak ingat waktunya, maka ketika
sadar telah meninggalkan shalat dan terlewat waktunya, segera mohon ampun dan
mengulangi shalat yang tinggal pada waktu yang sama, diqadha istilahnya.
Terkait nat puasa, sebagian ulama menganjurkan untuk
berniat puasa sebulan penuh di awal ramadhan guna menghindari lupa berniat
puasa.
Dispensasi yang ketiga adalah keterpaksaan. Dalam hal
seseorang dipaksa melakukan kesalahan dan tidak mungkin baginya menghindar atau
membeladiri, Allah memaafkannya. Hal yang serupa pernah menimpa salah seorang
sahabat utama Rasulullah di Mekkah, Ammar bin Yasir, yang karena disiksa
terus-menerus akhirnya mengucapkan kata-kata kemurtadan. Setelah dia dilepas
dan kondisinya membaik, beliau segera menghadap Rasul danmohon ampun. Menurut Rasulullah,
selama hatinya tetap teguh dan beriman, apa yang diucapkan lidahnya karena
tekanan dan paksaan tidak menjadi dosa. Dalam penyiksaan itu, kalo saya tidak
salah baca, ayah dan ibu amar meninggal dunia, nauzubillah, sungguh siksaan
yang sangat luar biasa.
Namun ada juga sahabat nabi yang tidak bergeming walau
disiksa sangat berat, beliau adalah Bilal bin Rabah, muazzin pertama Rasulullah
SAW. sungguh suatu kesabaran yang luar biasa yang patut kita teladani dari para
sahabat rasulullah, cerita lengkapnya silakan cari sendiri ya.
Kepada Allah jua kita berlindung dari fitnah, musibah dan
bala.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar