Jumat, Mei 19, 2017

Hadis Nomor 39 dari Kitab Arbain Imam Nawawi




Assalamualaikum, salah satu prinsip hukum dalam islam adalah melakukan sesuatu dengan sadar, tidak terpaksa, dan tentunya tepat waktu. Demikian pula halnya dengan ibadah puasa, harus dilakukan dengan kesadaran penuh, bukan karena dipaksa, atau karena tidak enak hati dengan tetangga atau anggota keluarga yang lain.

Pun demikian, sebagai langkah pembentukan, adakalanya pemaksaan dan rasa tidak enak menjadi jalan masuk ke dalam rahmat Allah SWT. Karenanya, anak-anak dan pemula boleh dipaksa untuk beribadah, disamping diberikan motivasi yang positif.

Pada kesempatan ini, kita coba perhatikan hadis nomor 39 dalam susunan Imam Nawawi sebagai berikut :

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiallahu anhuma, bahwa Nabi SAW bersabda :

إنَّ اللَّهَ تَجَاوَزَ لِي عَنْ أُمَّتِي الْخَطَأَ وَالنِّسْيَانَ وَمَا اسْتُكْرِهُوا عَلَيْهِ
Yang artinya kurang lebih:
Sesungguhnya Allah telah memberikan keringanan kepada ummatku atas kekeliruan ijtihad, kelupaan, dan keterpaksaan.

Dalam konteks hadis di atas, saya memahami kesalahan ijtihad dimaafkan, karena ijtihad adalah proses yang hati-hati dalam mengambil suatu kesimpulan. Jika sudah berhati-hati masih juga salah, maka sesuangguhnya kita sudah berusaha meraih kebenaran. Dana apabila kesalahan menjadi jelas bagi kita, maka segera memperbaikinya, bukan malah mempertahankan kesalahan tersebut sebagai sebuah hasil ijtihad. Seharusnya kita bersyukur telah memperoleh dua kebaikan. Kebaikan pertama karena Allah mengampuni kesalahan kita dalam berijtihad, kebaikan kedua, kita ditunjuki kepada kebenaran.

Lupa adalah salah satu sifat manusia, sebagian pakar mengatakan bahwa kata ‘insan’ yang berarti manusia diderivasi dari kata ‘nisyan’ yang berarti lupa. Dalam Alquran disebutkan, saya tidak ingat ayatnya, bahwa orang-orang saleh lupa sebagai akibat godaan syaitan. Artinya, orang-orang shaleh bukan lagi seperti orang awam yang banyak lupanya, mereka jarang sekali lupa meningat Allah dan menunaikan kewajiban-kewajibannya kecuali karena godaan yang luar biasa, dan tentunya atas izin Allah.

Jika orang awam dimaafkan atas kealpaan dan kelupaannya, maka orang shaleh segera bertaubat atas kelupaannya tersebut. Sebagai contoh dalam konteks puasa yang perlu diperhatikan sebagai berikut: lupa atau tidak sengaja makan dan minum di saat puasa, begitu sadar harus langsung berhenti dan mohon ampun, serta melanjutkan puasanya. Yang demikian dimaafkan.

Lupa shalat karena tidak ingat waktunya, maka ketika sadar telah meninggalkan shalat dan terlewat waktunya, segera mohon ampun dan mengulangi shalat yang tinggal pada waktu yang sama, diqadha istilahnya.

Terkait nat puasa, sebagian ulama menganjurkan untuk berniat puasa sebulan penuh di awal ramadhan guna menghindari lupa berniat puasa.

Dispensasi yang ketiga adalah keterpaksaan. Dalam hal seseorang dipaksa melakukan kesalahan dan tidak mungkin baginya menghindar atau membeladiri, Allah memaafkannya. Hal yang serupa pernah menimpa salah seorang sahabat utama Rasulullah di Mekkah, Ammar bin Yasir, yang karena disiksa terus-menerus akhirnya mengucapkan kata-kata kemurtadan. Setelah dia dilepas dan kondisinya membaik, beliau segera menghadap Rasul danmohon ampun. Menurut Rasulullah, selama hatinya tetap teguh dan beriman, apa yang diucapkan lidahnya karena tekanan dan paksaan tidak menjadi dosa. Dalam penyiksaan itu, kalo saya tidak salah baca, ayah dan ibu amar meninggal dunia, nauzubillah, sungguh siksaan yang sangat luar biasa.

Namun ada juga sahabat nabi yang tidak bergeming walau disiksa sangat berat, beliau adalah Bilal bin Rabah, muazzin pertama Rasulullah SAW. sungguh suatu kesabaran yang luar biasa yang patut kita teladani dari para sahabat rasulullah, cerita lengkapnya silakan cari sendiri ya.

Kepada Allah jua kita berlindung dari fitnah, musibah dan bala.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar