Jumat, Juni 16, 2017

Hadis Nomor 27 dari Kitab Arbain Imam Nawawi



Apakah seseorang bisa membedakan kebaikan dan dosa? Semestinya manusia telah dibekali oleh Allah dengan kemampuan untuk membedakan mana yang baik dan mana yang buru. Salah satu instrumen untuk itu adalah akal. Akal identik dengan kecerdasan logika, analisa dan luasnya informasi yang dimiliki. Orang yang berakal identik dengan orang pintar atau berilmu.

Akan tetapi, adakalanya keluasan ilmu juga tidak bisa menyelamatkan manusia dari jebakan dosa. Pada saat itu, manusia perlu kepada kecerdasan nuraninya, yang identik dengan qalbu, hati.

Dalam hadis ke 27, dapat kita lihat jawaban Rasulullah kepada sahabat An-Nawas bin Sam’ani :

الْبِرُّ حُسْنُ الْخُلُقِ، وَالْإِثْمُ مَا حَاكَ فِي صَدْرِك، وَكَرِهْت أَنْ يَطَّلِعَ عَلَيْهِ النَّاسُ

Kebaikan tercermin dari akhlak yang baik, dosa apa yang menyesakkan dadamu, dan kau khawatirkan diketahui oleh orang lain.

Dalam riwayat yang lain, Sahabat Wabishah bin Ma’ad mendatangi Rasulullah untuk bertanya tentang apa itu kebaikan, maka Raulullah menerangkan :

استفت قلبك، الْبِرُّ مَا اطْمَأَنَّتْ إلَيْهِ النَّفْسُ، وَاطْمَأَنَّ إلَيْهِ الْقَلْبُ، وَالْإِثْمُ مَا حَاكَ فِي النَّفْسِ وَتَرَدَّدَ فِي الصَّدْرِ، وَإِنْ أَفْتَاك النَّاسُ وَأَفْتَوْك

Mintalah fatwa kepada hatimu, kebaikan adalah yang membuat jiwa menjadi tenang dan hati menjadi tentram. Sementara dosa adalah yang meresahkan jiwa dan menyesakkan dada, meskipun kamu sudah bertanya kepada orang lain.

Pada dasarnya, jiwa dan hati manusia itu baik, dan bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Namun ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, bahwa kondisi jiwa dan hati itu sehat/bersih, dan kita terbiasa untuk tidak mengabaikan alarm yang diberikan oleh hati kita.

Para sahabat rasul adalah orang-orang memelihara dan menjaga kebersihan hati dan jiwanya, sehingga mereka bisa langsung mempedomani fatwa dari hatinya. Namun bagi kita yang awam, perlu membiasakan diri untuk membersihkan hati dengan ibadah, berprasangka baik, berzikir, dan mendengarkan nasehat dari para ulama. Dengan demikian, mudah-mudahan kita bisa bebas dari jebakan nafsu dan syahwat kita, yang kita kira sebagai hati nurani kita.

Namun, secara sederhana, dari hadis di atas, Rasulullah menjelaskan dua kriteria yang harus dipenuhi untuk menyatakan sesuatu itu baik, yaitu jiwa tentram dan hati juga tenang. Bila jiwa tentram tapi hati gelisah, berarti itu nafsu. Bila hati yakin namun jiwa melawan, kemungkinan kita sedang melawan hawa nafsu dalam melakukan amal shaleh. Kita masih harus terus berlatih mengendalikannya.

Jika sesuatu itu menyesakkan di dada, meresahkan jiwa, meskipun sudah bertanya kepada orang lain yang lebih mengerti, berarti ada sesuatu yang salah dengan diri kita, bisa jadi niat kita salah jika lahiriah perbuatannya baik, atau memang sebuah kesalahan, namun samar pada pandangan orang lain.

Jika kita mengalami ini, bersyukurlah bahwa hati kita masih hidup, alarm yang Allah titip pada diri kita masih berfungsi. Mari kita jaga dan rawat, karena bila hati telah mati, tidak ada beda lagi banginya apakah sesuatu itu baik atau berdosa.

Wallahu a’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar