Rabu, Desember 29, 2010

Pelajaran dari Rumah Sakit

Beberapa waktu yang lalu, setelah pulang seminar aikido di Medan, saya terserang demam hebat, untuk memastikannya, doter keluarga meminta saya memeriksakan darah di laboratorium rumah sakit.

Saya datang ke rumah sakit, sebagai orang yang sakit, dan membutuhkan pelayanan. Di mata saya, penyakit saya, atau kebutuhan saya akan pemeriksaan darah adalah nomor satu, saya buda dengan keadaan di sekeliling saya. Tapi apa boleh buat, rumah sakit ada aturan, dan dana di kantong saya juga terbatas.

Saya terpaksa harus antri untuk mendaftar kan diri pada baagian pendaftaran, dan supaya berobatnya gratis (pakai askes), daftar tunggu menjadi semakin panjang lagi. Satu hari saya habiskan di rumah sakit hanya untuk mendaftar saja. Untung sebelumnya saya sudah diresepi minum air putih diatas 2 liter setiap harinya. Jadi kondisi kesehatan saya semakin membaik.

Hari ke 2, saya kembali untuk pemeriksaan darah di Laboratorium, karena merasa sudah mendaftar, saya datang ke rumah sakit kira-kira pukul sembilan. Ternyata antrian sudah kembali panjang. Mungkin karena saya ke rumah sakit dengan baju dinas kantor, tak lama kemudian saya dipanggil, mungkin mereka punya sodilaritas sesama pegawai negeri harus saling tolong menolong.

Hasil lab baru bisa diambil sore harinya, ketika tidak ada lagi dokter rumah sakit yang bisa dimintai pendapatnya tentang penyakit saya. Namun saya bersyukur, karena pada bari-baris penyakit yang berbahaya, hasil pemeriksaan saya bernilai negatif. Sungguh suatu perasaan yang akan sangat berbeda bila anda menerima laporan psikologi dengan hasil yang sama.

Saya kembali keesokan harinya, pagi-pagi ke rumah sakit, dengan semangat untuk mengdengarkan kabar baik selanjutnya (tentu tetap mengkonsumsi 2 liter air seperti biasa). Kami kembali antri di depan ruang dokter, kali ini bukan karena banyak orang yang membutuhkan pelayanan, tapi dokternya belum tiba.

Setelah menunggu hingga pukul 8.30, bersama dua orang ibu-ibu yang juga punya keperluan sama. Saya keluar untuk sarapan pagi. Ketika saya kembali, dokternya sudah ada, saya langsung saja masuk, karena tidak harus antri lagi. Tapi yang saya terima bukannya komentar dokter tentang hasil pemeriksaan lab, "Bapak harus mendaftar dulu, supaya nanti untuk obatnya tidak perlu baya" kata dokter itu.

Spontan saya menjawab "Oke, dok." Saya langsung keluar dengan kecewa. Bukan mendaftar seperti yang dimaksudkan dokter, tapi segera balik ke kantor, dan tidak lupa singgah di kantin untuk minum secukupnya.

Saya merasa hebat, karena kemudian saya sehat tampa harus mengantri lagi di depan loket pendaftaran. Saya merasa sombong.....

Tapi, kemarin, saya kembali kerumah sakit, kali ini karena ada kawan yang membutuhkan perawatan di sana. Saya kembali sebagai orang sehat, dengan pikiran yang sehat. Tapi tiba-tiba saja, saya tidak berani mengangkat wajah saya seperti sedia kala, saya malu dengan orang-orang yang menaggung berbagai macam sakit, tapi mereka tetap sabar, walau harus antri dan bolak balik antar loket dan ruangan.....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar