Senin, Oktober 11, 2010

Franchise Aliran Sempalan

Setelah membaca pemberitaan Serambi Indonesia (7/10) terkait aliran sesat di Kabupaten Bireuen, ada beberapa hal yang menarik perhatian saya. Pertama, ternyata tokoh aliran yang dianggap sesat itu punya kualifikasi pendidikan yang lumayan, seorang tenaga kesehatan, dan calon TKHI Tahun 2010. Kedua, nama alirannya yang unik, ‘Millah Abraham.’ Dan ketiga, saat sedang mendiskusikan aliran ini dengan teman-teman se-ruangan di tempat kerja, atasan saya membawa masuk ‘berkas’ kelompok ini yang diperoleh dari MPU dan aparat terkait di Kabupaten Bireuen.

Saya sependapat dengan pandangan Kapolres Bireuen, AKBP HR Dadik Junaedi Supri Hartono, bahwa sebaiknya pemberangkatan TKHI yang terkait dengan masalah ini perlu ditinjau ulang. Terlepas dari mekanismenya secara struktural yang terpisah antara TPHI/TPIHI dengan TKHI, keberadaan yang bersangkutan dalam rombongan jamaah haji tentu akan menimbulkan ekses tertentu (fitnah).

Ekses tersebut bisa berupa penolakan oleh jamaah haji kepada petugas, baik karena statusnya saat ini sebagai tersangka penyebar aliran sempalan, maupun tindakannya nanti yang berupaya mempengaruhi jemaah haji di tanah suci. Hal ini tentu saja menimbulkan ketidaknyamanan dalam melaksanakan ibadah ‘yang berat’ ini. Belum lagi ‘ujian-ujian spiritual’ yang akan dialami oleh setiap orang di tanah suci.

Berdasarkan berkas yang kami terima, ada 5 poin ajaran kelompok Millah Abraham ini yang dianggap menyimpang oleh MPU Kabupaten Bireuen: 1. Pengajian Millah Abraham dilakukan secara berkelompok dan bersifat tertutup hanya sesama anggotanya saja; 2. Menurut pengakuan mereka, dua kalimah syahadat sebagaimana yang diucapkan umat Islam pada umumnya (syahadatain) tidak ada dalam Alquran, tetapi hanya merupkan pernyataan Khadijah untuk memperkuat Nabi (Rasulullah); 3. Bahwa antara saudara kandung seibu-sebapak boleh melakukan pernikahan, dan seorang ayah juga boleh menikahi anak perempuannya; 4. Dalam ajaran Komunitas Millah Abraham tersebut menyatakan bahwa Nabi Ibrahim adalah yang paling hanif (lurus) dibandingkan Nabi-nabi lain; 5. Bagi orang yang telah menjadi anggota komunitas Millah Abraham, maka namanya akan diganti dengan nama lain atau nama kedua.

Menurut kelompok ini, mereka membangun ajarannya berdasarkan QS. Al-An’am ayat 161, dimana terdapat ungkapan millata ibrahiima. Tentang syahadat, mereka berdalil dengan QS. Albaqarah ayat 136, dimana tidak ada ungkapan asyhadu anla ilaaha illallaah wa asyhadu anna mahammadan rasuulullaah. Mereka mengaku mengkaji semua kitab-kitab samawi dan berdakwah kepada umat Kristen dengan menggunakan Alkitab dan kepada umat Islam dengan menggunakan Alquran.

Setelah melakukan browsing internet dengan keyword ”millah abraham” di fasilitas Google, saya mendapati bahwa kelompok ini memiliki jaringan yang luas di Indonesia dan memiliki ’ikatan yang kuat’ dengan kelompok-kelompok sempalan lain yang telah difatwa sesat oleh Majelis Ulama Indonesia seperti ajaran Lia Eden, Ahmad Mushadeq, Baha’i, dan lain-lain.

Suatu ciri yang umum kelompok-kelompok sempalan ini adalah sinkretisme ajaran agama-agama, yang mereka sebut sebagai abrahamic religion, yaitu Islam, Kristen dan Yahudi. Mereka menggunakan dalil-dalil Alquran dan hadis untuk memperkuat dogma (ajaran agama) yang ada dalam tradisi Kristen dan Yahudi.

Dalam membangun ajaran-ajaran sinkretisnya, mereka ’menceraikan’ ayat-ayat Alquran yang umum dari hadis-hadis Nabi yang bersifat khusus dan teknis, seperti dalam kasus syahadatain. Mereka juga kerap kali menyuguhkan ’kajian sejarah kritis’ guna menyerang sahabat-sahabat Nabi yang merupakan tonggak ilmu hadis.

Dari segi muamalah dan ibadah, mereka cenderung menekankan ibadah yang sunnah sebagai ibadah yang wajib, pada saat yang sama mereka juga menghalalkan yang haram. Dalam kasus Millah Abraham ini misalnya, mereka menekankan shalat malam di samping shalat lima waktu, serta membolehkan pernikahan sedarah.

Berdasarkan informasi yang saya dapatkan, kelompok-kelompok sempalan ini memiliki jaringan organisasi yang teratur, serta anggaran yang mendukung semua aktifitasnya. Layaknya sistem usaha franchise, aliran sempalan ini membuka cabang di mana-mana di seluruh Indonesia, baik dengan nama yang sama atau dengan nama yang berbeda. Tapi secara umum, tampak ada pola yang sama di mana setiap gerakan aliran sempalan di daerah mendapat support berupa dana, indoktrinasi, pengkaderan, manajemen usaha, serta ’kitab-kitab’ rujukan yang sama.

Karena itu patut diduga ada pihak atau kelompok tertentu yang secara sistematis mengendalikan gerakan-gerakan sempalan ini di seluruh Indonesia. Motivnya bisa jadi adalah untuk melunturkan nilai-nilai agama yang selama ini menjadi pegangan hidup bangsa Indonesia, di samping juga untuk menciptakan konflik horizontal di dalam masyarakat, khususnya masyarakat muslim sebagai agama mayoritas di negeri ini.

Kasus Millah Abraham di Kecamatan Peusangan Kabupaten Bireuen, seharusnya menjadi peringatan bagi semua pihak yang berkomitmen dengan ketentaraman, keamanan dan integritas Bangsa Indonesia untuk mengambil sikap yang tegas dalam menangani masalah-masalah serupa, yang secara yuridis sesuai dengan amanah UUD 1945 dan UU No. 1/PNPS/1965 tentang penodaan dan penyalahgunaan ajaran agama.

Jangan sampai, masyarakat mengambil sikapnya sendiri dalam menangani orang-orang dari Millah Abraham (menurut saya lebih tepat sebagai ’Millah Abrahah’ perusak Ka’bah) ini yang berujung pada tindakan anarkis yang bisa melebar ke wilayah-wilayah kepentingan yang lebih luas, yang tentu saja akan dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk semakin memperkeruh susana. Khususnya di Bumi Serambi Mekkah yang sedang menhapus luka tsunami dan konflik berdarah tiga dekade terkahir ini.

Tulisan ini juga dimuat pada rubrik opini Harian Serambi Indonesia 20 Oktober 2010 dengan beberapa penyesuaian. lihat di http://www.serambinews.com/news/view/41153/franchise-aliran-sempalan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar