Minggu, Mei 23, 2010

Tentang Lingkungan Hidup, Piala Dunia dan Gaji 13

Alhamdulillah, kita masih bisa menghirup udara segar setiap harinya, meskipun kian lama udara terasa semakin panas saja, apa lagi musim yang datang berganti tidak dapat diperkirakan jadwalnya. Akibatnya, bukan hanya petani yang bingung dengan pola tanamnya, tapi juga dokter dan apotik, karena prediksi mereka tentang daftar resep dan obat yang diperlukan tidak sesuai dengan musim penyakit seperti yang dulu-dulu.

Nah, dalam catatan ini, yang diusahakan seringkas mungkin, namun sepadat mungkin dapat memuat ide-ide pesanan, akan cobalah dibahas sedikit tentang masalah lingkungan itu, ditanmbah pula dengan piala dunia, dan tentunya gaji ke 13.

Dimulai dengan masalah lingkungan hidup, pada tanggal 5 Juni 2010 ini, diadakan perayaan yang sangat meriah, bahkan dikalim sebagai yang terbesar dari sebelumnya untuk mengingatkan umat manusia tentang pentingnya menjaga lingkungan hidup, khususnya memelihara keragaman hayati, dan dipusatkan di Kota Kigali, Rwanda, sebuah negara di benua Afrika.

Tema yang diangkat untuk World Environtment Day 2010 adalah “Many Species, One Planet, One Future” yang dalam bahasa kita dapat berarti, “banyak makhluk, satu planet, satu masa depan.”

Poin pertama, banyak orang mulai menyadari, bahwa kehidupan di bumi ini bukan milik manusia saja, tapi milik seluruh makhluk yang telah diciptakan Allah SWT. dan ternyata, hidup manusia itu sendiri amatlah lemah, bila tidak ditopang dengan keberadaan hutan, sungai, laut, ikan, lembu, kuda, bunga, kupu-kupu, dan juga nyamuk. Yang terakhir adalah satu makhluk yang pernah diolok-olok oleh orang-orang “kafir” sebagai sesuatu yang sia-sia saja.

Tentu saja makhluk yang tidak disebut juga penting adanya, namun tidaklah mungkin halaman yang ringkas ini dapat menjadi seluas kapal Nabi Nuh yang memuat semua jenis Makhluk Allah.

Yang kedua, sepertinya banyak ilmuan juga sudah mulai putus asa untuk mencari tempat tinggal lain di luar bumi yang disediakan Allah untuk kita diami. Bukankah dalam semua kitab suci sudah diinformasikan, bahwa selain planet bumi ini manusia cuma bisa hidup layak di dua tempat, yaitu di “planet neraka” dan “planet Syurga”. Maka diusunglah ide untuk memelihara kembali bumi ini, yang terlanjur sudah rusak di sana-sini.

Yang ketiga, semua ahli sudah mendekat kepada ijmak, untuk kiamat bersama-sama saja, tidak sebahagian-sebahagian, karena yang tertinggal tentu akan cemburu kepada yang terdahulu, atau malah sebaliknya, karena berharap ingin hidup lebih lama. Maka menurut saya, disinilah ketimpangan-ketimpangan itu mulai kelihatan, karena maksud bersama itu, tampaknya hanya antara “anda dan saya saja”, lebih jauh adalah orang-orang terdekat kita, atau para pembantu dan budak-budak, yang tampa mereka kita akan sangat kelelahan jadinya, maka mereka harus tetap dijaga kehidupannya.

Selebihnya, “mereka-mereka” tidaklah perlu kita perhatikan, bukankah satu spisies bunga jauh lebih indah dari pada mereka. Apalah gunanya mereka, kalo bukan untuk mempercepat habisnya persediaan pangan kita???

Ironinya, ketika manusia tumbuh kesadarannya tentang eksistensi makhluk hidup di muka bumi, mereka malah kehilangan rasa terhadap sesama manusia, yang beda warna kulit, beda orang tua, beda status, beda bahasa, dan beda mata uangnya.

Ekonomi dikuras untuk satu hari, yang maknanya akan segera dilupakan hingga satu tahun kedepan. Dan dalam rentang itu, makin banyak saja yang mati kelaparan, atau akibat perang-perangan.

Ini, sekali lagi, mirip benar dengan cara kita memperingati hari lahir Nabi yang Mulia, yang seakan berkurang mulianya bila tidak dirayakan dengan meriah dan megah. Anak-anak yatim dikumpulkan, sepuluh, seratus, seribu, untuk diberi makan satu waktu, diberi baju satu stel. Esoknya, dan berhari-hari berikutnya, mereka biar saja lapar lagi, tenjang lagi, sehingga cocok dengan predikat yatim dan fakir miskin. Tanpa mereka, tentu kita tidak lagi disebut orang-orang kaya dan dermawan.

Terserah tuan-tuan meneruskannya…..

***

Nah, tak lama berselang, berlangsung pula Piala Dunia 2010, juga di Benua ‘Hitam’ Afrika, kali ini giliran Negara Afrika Selatan menjadi tuan rumah. Kabarnya Indonesia juga berniat jadi tuan rumah Piala Dunia, tapi saya khawatir dampaknya tidak akan bagus bagi bangsa ini karena berberapa alasan.

Pertama, timnas kita terlalu lemah, kalopun dapat jatah gratis sebagai tuan rumah, pasti hanya menjadi bulan-bulanan tim negara lain saja. Apalagi supporter kita tidaklah cukup setia pada ‘produk lokal’ karena dianggap kalah ganteng, kalah gress dibadingkan produk luar. Bisa Jadi Timnas nantinya malah diejek orang sendiri, dan dukungan diberikan kepada tim luar negeri.

Kedua, orang kita pada umumnya gila bola, tapi ‘miringnya’ hanya setengah saja, yaitu suka nontonnya, suka judinya, suka-sukaanlah. Sebatas itui saja, tidak sampai ‘gila mahir dan berpresatasi’ seperti negara Barazil dan Portugas misalnya. Takutnya, semua orang pada ‘sibuk’ dengan piala dunia ini sehingga pelayanan publik terhenti, kantor, swalayan, bahkan mushallah mungkin harus tutup sementara, padahal kerugiannya sangat besar. Kok bisa….. itu baru prediksi saja. Baru piala dunia di negeri orang sudah banyak jadwal kegiatan ‘dalam negeri’ yang harus di-cancel, atau disesuaikan.
Tapi bukan berarti tidak ada yang positif dari sepak bola, khususnya Piala Dunia ini. Dulu ketika Sinegal masuk piala dunia, dan berhasil menang beberapa kali, turut menaikkan semangat kita sebagai sesama orang Islam dalam “menghadapi orang-orang kafir.” Piala-Dunia-pun jadi tema khutbah Jum’at, dan pelatihan-pelatihan motivasi.

Positif lainnya, ada banyak pelajaran yang bisa diambil dari permainan bola bundar ini. Bola itu tidak dapat berlari atau terbang sendiri ke gawang lawan, harus ada yang menendangnya. Strikerpun, meski Messi sendiri, juga tidak dapat membuat gol tanpa bantuan kawan-kawannya. Nah, dalam keseharian kita, biar lebih kreatif, bolehlah kita bayang-bayangkan pekerjaan kita di kantor, madrasah, bahkan dikampung sebagai ’sepak bola virtual.’

Siapa harus jadi pelatih, siapa strikernya, siapa defendernya, siapa di samping, siapa ditengah, dan siapa juga pemain penggantinya. Tidak ada yang namanya ’one man show’ dalam semua sisi kehidupan, mulai di lapangan sampai ke ruang rapat tetaplah perlu kerja sama. Kerja samapun bukanlah hanya satu aksi saja, lain orang lain tugasnya. Biarlah masing-masing berkreasi untuk menghasilkan gol yang membahagiakan kita semua.

Jadi........... jangan gontok-gontokan, dan tentunya jangan pula tawuran hanya karena kita baru kalah beberapa kali, bisa jadi suatu saat kita akan jadi juaranya.

***

Mungkin ada banyak energi yang terkuras selama bulan juni ini, bahkan sebelumnya, mungkin sudah banyak kwitansi yang harus dilunasi. Maka kabar tentang gaji ke 13 pun menjadi suatu angin segar yang sedikinya dapat menentramkan hati kita, setidaknya dapat pula meredam amarah dari debt-colector yang datang saban hari meneror kita.

Apa boleh buat, kita ini PNS dengan penghasilan ’pas-pasan’, namun masih juga punya gengsi dihadapan calon mertua. Karena di masyarakat kita masih terpelihara anggapan, semiskin-miskin pegawai negeri, tentunya anak saya tidak akan kelaparan. Apa iya...?

Atau kalo PNS itu perawan, sangat pula mengundang pelamar, khususnya dari mereka yang sering hidup dari ’usaha spekulasi.’ Anggapannya juga sangat sederhana, kalopun jatuh bangkrut, masih bisa minta makan sama istri. Ya, kalo SK-nya belum digadaikan di bank sebagai jaminan kredit tentunya.

Tapi waspadalah, gaji 13 itu bukanlah hasil jerih payah kita, hanya sekedar hiburan saja bagi kita ’budak negeri ini.’ Jadi janganlah menjadikan gaj 13 itu sebagai jalan keluar atau gantungan harapan yang terakhir, karena kebutuhan kita tidak pernah berakhir, hingga tanah memenuhi rongga mulut kita.

Jadi bijak-bijaklah dalam mengatur pengeluaran, rencanakanlah kebutuhan, dan kalo kita termasuk orang kreatif, maka manfaatkanlah waktu luang untuk berusaha dengan cara yang halal, atau anda boleh berpuasa saja sekeluarga.

Selasa, Mei 04, 2010

Bahasa Aceh: Lisan atau Tulisan

Assalamualaikum Wr. Wb

Sudah lama tidak menulis di blog ini, karena malas dan banyak alasan lainnya.

Tapi baru-baru ini saya mendapat pesan di facebook untuk ikut menyumbang tulisan di Wikipedia Bahasa Aceh. Awalnya saya kira itu adalah sebuah kajian tentang bahasa aceh, rupanya sebuah ensiklopedia maya berbahasa Aceh.

Ada banyak bahasa di Provinsi Aceh ini, namun yang mayoritas digunakan oleh masyarakatnya dalam komunikasi sehari-hari adalah 'bahasa aceh', dengan kata lain bahasa umum, yang mudah dimengerti oleh sebahagian besar masyarakat aceh, jadi bahasa-bahasa yang lain, menurut saya adalah bahasa yang tidak umum, dan hanya dimengerti oleh sebahagian masyarakat saja di beberapa wilayah tertentu.

'Bahasa Aceh' menurut saya sebanding dengan Bahasa Indonesia saat ini, atau Bahasa Inggris dalam pergaulan internasional. Namun, sepertinya, sejak dahulu bahasa aceh tidak menjadi suatu 'bahasa tulisan', bahasa aceh adalah bahasa lisan yang digunakan untuk komunikasi sehari-hari. Yang dijadikan Bahasa Tulisan, sekaligus Bahasa Ilmu Pengetahuan pada masa dahulu dan kini di daerah Aceh adalah Bahasa Arab dan Bahasa Jawi/Melayu.

Boleh jadi, sebelum orang aceh mengenal huruf-huruf latin, mereka tidak mampu memanipulasi huruf arab ke dalam bahasa aceh, sebagaimana yang terjadi di persia atau di melayu sendiri.

Kalopun kita menemukan naskah berbahasa aceh, biasanya itu adalah catatan nazham atau pantun yang ditulis dengan ejaan 'seadanya' karena tidak ada suatu kesepakatan baku tentang ejaan dan tranliterasi dalam bahasa aceh, mengingat dialeknya yang beragam di berbagai daerah.

Terus terang, karena saya tidak familiar dengan tulisan berbahasa aceh, membaca suatu informasi dalam bahasa aceh malah membingungkan, ketimbang bila disampaikan secara lisan.
Saya sepakat untuk melestarikan bahasa aceh, dan juga bahasa-bahasa lainnya yang ada di aceh, tapi sebagai tradisi lisan, bukan tulisan.

Karena 'menuliskan' bahasa aceh adalah sebuah langkah mundur..... atau mungkin kita berbeda pendapat dengan para pendahulu kita......?

Sekali lagi, tulisan ini hanya pendapat pribadi saya, dan sama sekali tidak meremehkan usaha kawan-kawan yang telah merintis dan menulis di wikipedia Bahasa Aceh.