Rabu, Januari 25, 2012

Hikmah Jaga Malam

Di tempat domisili saya di salah satu sudut Kota Banda Aceh, jadwal jaga malam baru aktif beberapa hari yang lalu, mungkin lebih telat dibandingkan dengan tempat-tempat lainnya. Ada beragam tanggapan terkait diberlakukannya kembali jaga malam, ada yang pro dan ada pula yang kontra.

Yang kontra mempertanyakan untuk apa jaga malam, bukankah lebih baik beristirahat di rumah supaya esok hari bisa bekerja dengan baik mencari nafkah, tidak terkantuk-kantuk karena jaga malam. Apa lagi gangguan keamaan yang kerap di khawatirkan adalah kekerasan bersenjata, apa yang bisa dilakukan para masyarakat sipil yang tidak bersenjata apa-apa, bisa-bisa malah menambah korban lainnya, bukankah lebih aman kalau tidur berselimut di rumah saja.

Ada juga yang mengkritik jaga malam sebagai ajang ‘judi bola’ dan main batu, bukankah ini justru malah menambah dosa baru. Belum lagi sikap iseng aparat yang kadang-kadang suka ‘mengerjai’ masyarakat sipil yang berjaga malam, tapi mudah-mudahan itu cerita lama, belum ada laporan bahwa periode jaga malam kali ini ada yang direndam di saluran air yang baru di bangun oleh Pemko Banda Aceh.

Bagi yang pro, jaga malam adalah solusi bagi rasa nyaman yang beberapa waktu lalu sempat terusik, setidaknya setiap kelompok jaga malam bisa lebih yakin bahwa kondisi memang sudah mulai aman, tidak ada yang terusik mulai pukul 10 malam hingga pagi menjelang. Di samping itu, ini juga bagian dari tanggung jawab bersama menjaga keamanan lingkungan tempat tinggal, dan solidaritas kita kepada aparat Polri dan TNI yang tidak pernah bisa tidur nyenyak untuk memastikan bahwa Nanggroe Aceh ini sudah benar-benar aman.

Saya pribadi, meski tidak begitu setuju dengan acara jaga malam, bahkan sempat terusik dengan rencana pengunduran jadwal Pilkada Aceh yang berarti semakin panjangnya jadwal jaga malam, mencoba mencari sebuah pembenaran untuk fenomena ini, ada hikmah di balik jaga malam.

Hikmah yang pertama adalah silaturrahmi. Karena kesibukan sehari-hari bekerja, kerap kali kita tidak saling kenal, apa lagi saling sapa dengan semua penduduk di satu kampung. Melalui jaga malam, kita jadi kenal dan lebih akarab dengan sesama masyarakat di tempat kita tinggal, khususnya yang sama-sama sibuk bekerja seperti kita dan jarang bisa hadir pada acara-acara sosial yang diadakan di meunasah atau di masjid.

Di kampung-kampung juga masih sering muncul gap antara yang penduduk asli (aso lhok) dengan para pendatang. Entah kebetulan atau memang hukum alam, rata-rata para pendatang lebih makmur kehidupannya di bandingkan yang sudah turun temurun tinggal di sana. Mudah-mudahan saja pos jaga malam bisa mempertemukan dan mencairkan gap yang selama ini telah menimbulkan prasangka antara yang aso lhok maupun yang aso deue (maksudnya pendatang).

Bagi yang pendidikannya sudah tinggi dan terlanjur menilai terbelakang masyarakat yang tidak memiliki ijazah, pos jaga malam juga bisa menjadi laboratorium kecil untuk menguji pandangan tersebut, apakah teori-teori yang selama ini telah dikembangkan untuk menjelaskan ketertinggalan masyarakat kita itu memang sudah tepat, apakah kebijakan-kebijakan pemerintah yang selama ini telah melalui analisa para akademisi sudah manjur, atau justru kita mendapati bahwa masyarakat ‘awam’ tersebut mungkin telah membangun suatu sistem kecerdasan baru dalam mengatasi masalah-masalahnya sehari-hari.

Hikmah yang kedua adalah untuk mengukur kadar kesehatan. Kalo semasa muda atau ketika masih menjadi ‘anak kos’ kita biasa berjaga malam, tentunya setelah menjadi ‘orang sukses’ kegiatan itu sudah jarang kita lakukan. Kalaupun sesekali berjaga karena tuntutan pekerjaan, itu dilaksanakan di ruang yang tertutup, ber-AC, ditemani dengan lagu favorit, lengkap dengan pengganan yang ‘menyehatkan.’

Di pos jaga malam kita bisa membuktikan kadar ketahanan tubuh kita, berapa lama kita sanggup bertahan, atau kita justru segera merasa terganggu oleh tusukan angin malam. Nah, fakta ini bisa kita jadikan bahan evaluasi bagi kesehatan kita. Mungkin kita memang perlu mereformasi gaya hidup, pola makan, atau mungkin harus segera melapor ke dokter dan mendapatkan penanganan sebagaimana mestinya. Jadi tidak perlu menunggu harus sakit parah dulu baru kemudian berobat, mencegah jauh lebih baik dari pada mengobati, dan tentunya juga lebih murah biayanya.

Hikmah yang ketiga adalah peluang ekonomi. Jika anda adalah pengusaha multi level marketing, anda punya peluang semalaman untuk meyakinkan calon-calon downline anda dan ini berarti perkembangan bagi bisnis anda. Lain pula bila anda adalah seorang pemuda yang sedang menganggur karena berbagai alasan, fenomena jaga malam juga bisa menjadi lahan rezeki dengan cara menggantikan orang-orang yang ‘malas’ untuk sekedar duduk-duduk di pos jaga sesuai jadwalnya.

Semakin dikaji, sepertinya masih ada saja hikmah-hikmah lainnya dari jaga malam ini, sebaliknya, jika kita mencari-cari kelemahannya, juga akan semakin banyak kelemahan yang tampak dari program jaga malam ini. Namun siapapun pasti setuju bila kelanggengan perdamaian dan keamanan di Aceh adalah modal penting untuk melanjutkan hidup dan membangun Aceh di masa-masa mendatang. Tanpa modal keamanan, bukan hanya para pendatang yang memilih pulang ke ‘nanggroe’-nya masing-masing, bisa-bisa orang Aceh sendiri juga akan hijrah mencari tanah yang lebih ‘lapang.’

Jumat, Januari 20, 2012

Selimut Tebal

Alhamdulillah, doa saya segera mendapat jawaban. Tadi pagi, setelah terbangun karena suara imam subuh di Masjid Raya Baiturrahman yang dipancarkan melalui radio yang kerap dihidupkan oleh mertua saya setiap pagi, saya segera berwudhuk dan shalat subuh. Memang idealnya ke Masjid dan berjamaah, saya akui level saya sedang di bawah rata-rata.

Sambil berzikir dan berdoa tentang berbagai beban pikiran yang mendera saya akhir-akhir ini, sayup-sayup suara radio yang memancarluaskan ceramah subuh masuk ke rumah saya.

Dalam mukaddimahnya, khatib mengulang kembali ayat yang dibacakan imam tadi, tatajafa junubuhum anil madhaji’… kira-kira artinya orang-orang yang menjauhkan lambungnya dari tempat tidur, malaksanakan qiyamul lail, bermunajat ke hadirat Allah SWT.

Dalam penjelasannya, penceramah mengangkat QS. Al-Muzammil. “Wahai orang yang berselimut…!” maksudnya Allah memanggil hamba-hamba-Nya yang berselimutkan berbagai macam-macam masalah untuk bangun malam dan melapor kepada Allah. Allah menyediakan berbagai macam solusi dan jalan keluar, hanya saja, manusia jarang mengakses fasilitas qiyamul lail tersebut.

Kenapa qiyamul lail menjadi penting, karena Allah hendak memberikan solusi, jawaban, dan anugrah yang besar melalui momentum tersebut “sanulqi alaika qaulan tsaqila…” Dalam konteks rasul, qaulan tsaqila dapat berarti petunjuk langsung dan wahyu, tapi untuk ummat Nabi Muhamamd, bisa berarti ketentraman batin, kekuatan jiwa, inspirasi, ilham dan semangat yang positif yang bermuara pada sulusi bagi masalah-masalah yang sedang kita hadapi, menyibak selimut kekalutan dan kesulitan yang selama ini ‘membungkus’ diri kita.

Wabillahi taufiq walhaidayah, semoga bermanfaat
Catatan : Cemah Subuh, Jum’at, 20 Januari 2012 dari Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh

Senin, Januari 02, 2012

Mendung Awal Tahun

mendung itu masih menggantung, seakan setia
atap-atap masih dibiarkan tiris, supaya musim mudah dikenali
dan speedometer itu hanyalah pajangan belaka, ketika rem (tangan) tidak dilepaskan
aku siaga dengan mantel sederhana dan sendal jepit untuk berjalan
mendung, hujan tidak mengapa
asal sampai ke tujuan dan cita-cita
tapi.....
apakah aku selalu bersedia....
ketika daun-daun itu gugur apakah aku masih tegar bertahan
atau ikut larut bersama derasnya hujan...
yah, setidaknya masih ada kaki yang bisa berjalan
dan dua tangan yang bisa menggenggam
selama bernafas masih gratis, masih banyak alternatif
Ya Allah, tuntun hamaba-Mu sampai ke tujuan dengan aman
amin....